Risalah Redaksi

Demokrasi Kembali Mengancam Kedamaian Dunia

Senin, 7 Februari 2005 | 10:52 WIB

Hingga saat ini demokrasi yang sudah menjadi golok bagi kapitalis untuk melakukan imperialisme dengan membabat seluruh pemikiran , sikap dan tindakan yang di luar kehendak para imperialis dengan menuduh tidak demokratis, maka sama dengan tidak beradab, tidak manusiawi, dianggap sebagai negara tiran, sehingga harus dilawan dihancurkan.Itulah bentuk penjajahan baru,  penjajahan yang berbulu demokrasi.

Lawan demokrasi adalah tirani, semua tiran boleh dilenyapkan, sementara demokrasi telah diklaim oleh para kapitalis sebagai agendanya untuk menciptakan dunia bebas. Bebas untuk dijajah, bebas untuk dihisap sumber daya alam dan manusianya, karena itu negara kapitalis dengan sangat baik hati melatih para aktivis dunia ketiga untuk belajar manajemen dan demokrasi di negaranya. Bukan demokrasi yang dibayangkan oleh para aktivis, tetapi demokrasi sebagaimana direncanakan oleh imperialis.

<>

Ketertiban dan keamanan dunia selalu digoncang oleh ambisi demokrasi yang tidak murni itu, banyak tokoh besar dunia yang berusaha mengembangan system politik dan kenegaraannnya sendiri sesuai dengan latar belakang agama dan budaya yang mereka miliki. Sebuah system demokrasi yang bukan liberal, tetapi demokrasi yang diramu dengan kultur dan agama yang dimiliki, sesuai dengan nasib dan kondisi rakyat sendiri. oleh para imperialis demokrasi itu dituduh tirani, lalu dihabisi Para tokoh dunai ketiga tahun 50-60-an banyak yang menjadi korban politik demokrasi itu.

Contoh paling mutakhir adalah gelombang demokrasi liberal yang melanda Irak dan Afghanistan, yang tidak hanya menghancurkan infrastruktur politik negara, tetapi juga menghancurkan kekuatan rakyat serta memusnahkan warisan budaya yang sudah ribuan tahun usianya. Semuanya musnah oleh demokrasi, sehingga bangsa itu tidak lagi bisa melihat sejarahnya sendiri, sebab tidak ada lagi naskah yang mencatat, dan tak ada lagi monumen atau musium yang menjadi saksi.

Ketika peradaban umat manusia telah ditumbangkan di beberapa negara, kini pemimpin negara yang mengaku diri sebagai kampium demokrasi yaitu AS, terus sesumbar akan semakin gigih menggulingkan tirani. Sesumbar gila itu tidak lain sebagai  upaya mencari legitimasi dari negara pro demokrasi lain agar membantu mereka menjarah negara kaya yang dituduh tiran. Yang disebut negara tiran sebenarnya tidak lain adalah negara kaya yang tidak mau menyerahkaan kekayannya untuk dijarah imperialis, yaitu para tentara sekutu pimpinan AS. Negara tiran yang mau menyerahkan kekayaannya akan dilindungi. Ini ironi demokrasi imperialis.

Ternyata sesumber itu ditujukan pada Iran, sebuah negara kaya raya, tidak hanya secara ekonomi tetapi juga secara budaya, ia mewarisi tradisi Persia yang tua, serta memiliki sumber alam yang melimpah, maka demokrasi kapitalis tergiur untuk menjarah negara termakmur itu dengan berbagai dalih, seperti teroris, menciptakan senjata nuklir dan lain sebagainya.

Sudah sangat jelas bahwa demokrasi yang ada merupakan senjata imperialis untuk melancarkan penjajahan, tetapi kaum pro demokrasi masih belum sadar, masih dengan heroik mengobarkan demokrasi, tanpa mau bersikap kritis pada demokrasi yang palsu itu, padahal demokrasi yang diperjuangkan tidak lain penjajahan berbulu demokrasi. Kepercayaan pada demokrasi yang fanatik dikalangan para aktivis itu menjadikan mereka tidak bisa melihat kemungkinan system kehidupan lain di luar demokrasi. Karena mereka itu terlampau malas, terlalu banyak dimanjakan oleh imperialis dengan berbagai fasilitas dan bayaran yang mahal, yang ,meletakkan semua agenda perjuangan hanya menjadi proyek yang tanpa komitmen tanpa dedikasi.

Kesadaran baru harus mulai ditumbuhkan di kalangan muda tentang bahayanya demokrasi bagi kehidupan modern. Mereka harus mulai dibiasakan bersikap kritis terhadap semua produk modernitas, karena modernitas adalah penaklukan terhadap yang lain, baik terhadap alam, terhadap budaya dan terhadap sesama manusia. Mesti ditumbuhkan generasi baru yang bisa berpikir kritis, tidak oportunis, tidak materealistis, tidak konsumtif, tetapi generasi yang memiliki komitmen perjuangan terhadap harkat bangsanya. Ini yang Perlu diciptakan. (mun’im dz)