Kasus Ahok: Serahkan kepada Hukum, Awasi Prosesnya!
Sabtu, 19 November 2016 | 01:33 WIB
Di depan hukum, berlaku prinsip bahwa semuanya memiliki kesamaan kedudukan. Apakah dia seorang gubernur, direktur utama, guru, atau rakyat jelata. Semuanya memiliki kedudukan setara di mata hukum. Jika seorang pejabat tinggi salah, maka juga harus dinyatakan bersalah. Kalau rakyat biasa ternyata tak terbukti bersalah, ya harus dibebaskan. Satu prinsip lain yang penting adalah adanya asas praduga tidak bersalah, yaitu sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka masyarakat tidak boleh menganggapnya bersalah. Di depan hukum, kita berharap keadilan tertinggi setelah mekanisme lainnya tidak berjalan.
Kita harus menghargai adanya proses pengadilan yang digelar terbuka untuk publik. Dengan demikian, masyarakat bisa mengawasi seluruh prosesnya. Kita bisa menilai secara langsung mana argumen yang paling masuk akal dari saksi-saksi yang diajukan oleh masing-masing pihak. Selama ini, banyak orang yang memiliki kepercayaan rendah soal integritas para penegak hukum. Mereka menilai, hukum tajam ke atas, tumpul ke bawah. Tertangkapnya sejumlah penegak hukum yang menerima suap menjadi pembenar atas opini yang berkembang ini. Para koruptor yang dihukum ringan juga melukai rasa keadilan masyarakat, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Karena itu, jika masyarakat merasa tidak puas atau rasa keadilannya tidak terpenuhi terhadap penyelesaian dugaan kasus penistaan agama ini, maka akan ada masalah yang lebih besar di kemudian hari.
Di sisi lain, dalam kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan emosi massa, para penegak hukum juga harus mampu berdiri tegak memperjuangkan keadilan, jangan sampai tunduk atas tekanan massa karena hal ini juga melukai keadilan bagi tersangka. Hakim adalah profesi agung yang menuntut kearifan agar mampu mengambil keputusan terbaik, meskipun itu belum tentu bisa memuaskan semua pihak yang berperkara.
Soal lain yang harus diwaspadai adalah adanya upaya penggunakan kasus penistaan agama ini oleh kelompok-kelompok radikal untuk mengonsolidasikan kekuatannya. Selama masa berkembangnya kasus dugaan penistaan ini, dunia media sosial dipenuhi dengan ujaran-ujaran kebencian dan provokasi yang dikonsolidasikan dan diungkapkan oleh para simpatisan kelompok radikal. Tentu saja hal tersebut mengganggu kedamaian yang ada. Jika persoalan ini tidak diselesaikan dengan baik, maka hal tersebut bisa menjadi amunisi bagi kelompok-kelompok tersebut mengampanyekan ide-idenya yang mengancam eksistensi kesatuan Indonesia dan penghargaan terhadap keberagaman.
Jika masih ada demo besar-besaran lagi, terkait dengan dugaan penistaan agama ini, maka patut dipertanyakan motifnya. Jangan sampai energi kita habis hanya untuk mengurusi persoalan tersebut. Biarkan para penegak hukum bekerja sedangkan masing-masing dari kita juga memiliki tanggung jawab yang harus diselesaikan. Banyak sekali persoalan umat Islam yang perlu penanganan serius. Ketertinggalan dalam bidang pendidkan, kesehatan, teknologi, kesejahteraan, dan lain-lainnya harus dikerjakan dengan baik. Dengan proses yang baik, maka akan lahir pribadi-pribadi Muslim yang tangguh, termasuh melahirkan para pemimpin yang kompeten, yang siap memimpin Indonesia menuju kegemilangan. (Mukafi Niam)
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
5
Mendagri Ungkap Makan Bergizi Gratis Juga Akan Didanai Pemerintah Daerah
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan Mobil
Terkini
Lihat Semua