Risalah Redaksi

Kemiskinan Harta dan Moral

Kamis, 3 September 2009 | 15:14 WIB

Sejak terjadinya krisis ekonomi 1997, kondisi negeri ini belum pernah membaik, bahkan malah didera oleh krisis dunia tahun 2009 ini, sehingga kondisinya semakin tidak tertolong. Berbagai indikator ekonomi yang diumumkan pemerintah menunjukkan kenaikan yang berarti, tetapi tidak demikian dalam kenyataan di masyarakat. Memang di permukaan bisa kita saksikan pembangunan berbagai gedung bertingkat di kota besar terus menjamur, berupa apartemen, hotel super market dan perkantoran yang hamper kesemuanya milik asing.

Tetapi ironisnya tidak kedengaran berdirinya sebuah pabrik, perusahaan baru yang mampu memutar roda ekonomi nasional, sehingga ekonomi rakyat juga bangkit. Sebaliknya pasar tradisional digusur menjadi super market yang hanya ditempati pengusaha besar dan itu pun kelas internasional. Menjamurnya super market di berbagai desa juga telah membunuh para pengusaha kecil pribumi, bahkan saat ini sayuran dan buah-buahan impor telah masuk ke desa-desa sehingga usaha ekonomi rakyat semakin tidak mendapat tempat.<>

Kondisi ekonomi rakyat yang menghadapi tantangan ekonomi besar itu  mengakibatkan terjadinya kemiskinan yang antara lain ditandai dengan  maraknya pengemis baik yang terang-terangan maupun terselubung seperti pengamen, pedagang asongan, pengedar kotak amal dan sebagainya merupakan pemandangan yang lumrah di berbagai kota besar. Di tengah kondisi ekonomi seperti ini MUI mengeluarkan fatwa haram mengemis.

Sebagai upaya penertiban memang diperlukan, apalagi tidak sedikit pengemis yang berkedok agama atau kemanusiaan, sehingga orang terpaksa harus memberi. Tetapi sebenarnya ada persoalan besar yang dihadapi bangsa ini dan umat Islam khususnya, yaitu soal besarnya angka kemiskinan yang tidak diindikasi oleh pemerintah, bahkan mencoba dihindari, untuk menunjukkan keberhasilan pemerintahnya. Sayang hanya gejalanya yang diatasi dengan membangun super market, kemudian mengusir orang miskin.

Langkah ini terlalu sederhana disbanding kenyataan kompleks yang sebenarnya, kemiskinan ini tidak hanya menjadikan maraknya pengemis, tetapi lebih dari itu telah menjadikan merosotnya ketahanan moral masyarakat, sehingga kemiskinan tidak hanya mendorong mereka mengemis, tetapi tidak sedikit kemudian yang menjadi pencuri. Kehidupan dalam masyarakat modern yang kapitalistik yang sudah tidak lagi mengenal kebersamaan, mengakibatkan keterlantaran terjadi di manaa-mana.

Ajaran agama tentang zakat tentang tolong menolong, tentang silaturrahim sudah sangat berkurang. Apalagi sekarang ini ada fenomena baru zakat yang dikelola oleh berbagai lembaga professional, yang dananya kemudian dikelola secara profesional, yang kemudian atas nama pengembangan lupa menyalurkan pada masyarakat miskin. Aneh dana milyaran yang diperoleh tidak kelihatan penyalurannya, sementara masyarakat luas yang hanya ratusan juga, telah membuat heboh penyalurannya dalam arti diketahui penerimanya dan diketahui jumlah pasti zakatnya.

Pengembangan ekonomi rakyat perlu disertai pendidikan moral rakyat, agar keduanya saling melengkapi. Hal itu penting agar pertumbuhan ekonomi rakyat tidak terjebak pada manipulasi, seperti mengurangi kualitas, mencampur bahan pengawet, pemalsuan dan sebagainya, sehingga ada alasan kuat pengusaha besar dengan alas an kebersihan dan kesehatan menyapu sector ekonomi rakyat yang dituduh mengganggu kesehatan. Kita lihat laporan media selama bulan puasa ini pasar tradisional dicecar dengan berbagai isu daging busuk, makanan kedaluarsa, makanan mengandung borak dan sebagainya, sehingga konsumen gentar dan akhirnya menghindari pasar rakyat dan akhirnya hanya menguntungkan pengusaha besar super market yang kesemuanya adalah milik perusahaan asing.

Moral rakyat mesti dibenahi dan tentunya agama sebagai penjamin moral paling utama, karena itu lembaga agama mesti mengutamakan sector ini. Pelaksanaan amalan ibadah apalagi puasa mestinya bisa mendorong peningkatan moral dan peningkatan ketakwaaan. Dengan landasan modal seperti itu ekonomi akan lebih kuat dibangun di mana kesungguhan dalam kualitas, kesungguhan dalam takaran dan kesungguhan dalam kesehatan akan membuat ekonomi rakyat diminati oleh rakyat sendiri, sehingga mereka tidak harus menipu apalagi mengemis, sehingga pemerintah dam majelis ulama tidal lagi sibuk mengharamkannya.

Setelah ekonomi dibenahi baru bisa dilakukan penataan bahkan pelarangan mengemis, karena akan terlihat mereka mengemis karena terpaksa atau mengemis karena kemalasan, bahkan dijadikan profesi yang menguntungkan. Dalam kondisi ini larangan layak diberlakukan untuk membangkitkan semangat kerja rakyat, agar menjadi rakyat yang mandiri. Dan ini tugas negara yang mesti dipenuhi. (Abdul Mun’im DZ)