Risalah Redaksi

Konsolidasi Aswaja dan Bangsa

Selasa, 12 Februari 2008 | 12:59 WIB

Makna kehadiran ratusan ribu warga NU dalam peringatan Hari Lahir Ke-82 Nahdlatul Ulama beberapa waktu yang lalu menunjukkan betapa kekuatan Islam ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) Indonesia sangat besar. Artinya peristiwa yang dipertunjukkan pada tangal 3 Februari tersebut merupakan sebiah tantangan, bagaimana kekuatan yang besar tersebut dikonsolidasi untuk keperluan yang lebih besar, yaitu untuk mengkonsolidasi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Sebagai kekuatan besar yang beorientasi kebangsaan, peran NU dalam menjaga integrasi bangsa ini sangat dibutuhkan di saat kelompok lain justeru hendak melikuidasi negeri ini dengan cara melikuidasi kesadaran berbangsa, menukarnya dengan kesadaran universal, atau kesadaran individual. Dalam keperluan itulah warga hadir dam memberikan dukungan terhadap gerakan NU, ketika warga mendambakan hidup damai dan bermartabat.<>

Sebelum NU memerankan diri sebagai katalisator bangsa ini dan sebagai penggerak spirit kmerdekaan dan kemandirian, NU dituntut untuk mempu mengkonsolidasi dirinya sendiri. Di tengah suasana yang sangat terbuka dan sangat cair seperti sekarang ini, semuanya menjadi larut dalam suasana global, sehingga semuanya tidak hanya kehilangan kekuatan, tetapi juga kehilangan identitas. Kalau organisasi yang ada termasuk NU tidak segera mengkonsolidasi diri dan ikut larut dalam suasana yang serba pragmatis ini, NU tidak hanya tidak berpengarauh tetapi terancam kehilangan eksistensi.

Mengingat kenyataan NU berusaha melakukan konsolidasi organisasi, karena hanya dengan cara ini peran-peran besar dan strategis bias dijalankan. Saat ini disentrasi yang dialamai ormas dan organisasi politik manapun sangat besar, antara lain dipicu oleh perebutan akses ekonomi dan perebutan posisi politik. Semuanya itu mengakibatkan struktur organisasi lumpuh. Karena itu bisa dimengerti kalau Ketua Umum PBNU menyerukan agar pemilihan kepala daerah langsung itu ditinjau ulang atau dihentikan, sebab lebih banyak madlorotnya ketimbang manfaatnya, terutama bagi kepentingan warga.

Satu hal lagi yang dilakukan adalah mengkonsolidasi kekuatan ahlussunnah wal jamaah, ajaran yang merupakan watak dasar dari masyarakat Nusantara ini perlu dikonsolidasi, mengingat di sanalah Islam moderat tumbuh dan berkembang. Rongrongan terhadap akodah ahlusunnah bias berimplikasi terhadap eksistensi bangsa ini. Karena ketika bangsa ini ditopang dengan kerukunan, maka kerukunan antar elemen bangsa yang majemuk ini bias dipadukan. Islam ahlusunnah inilah yang selama ini mampu menjaga soslidaritas antara sesame warga bangsa dengan menghormati tatanilai, adapt serta budaya yang telah ada.

Konsolidasi ahlusunnah wal jamaah bukan sebuah langkah sektoral, tetapi merupakan langkah penting bagi upaya konsolidasi bangsa ini secara keseluruhan, karena Islam ahlussunnah yang moderat ini mampu menjaga relasi yang setara dengan pihak lain yang berbeda agama, tradisi dan ideologi. Toleransi dijaga tetapi prinsip dan jatidiri tetap dipertahankan. Dengan cara itu komunitas ini ada dan bias memberikan pengaruh pada komunitas yang lain.

Sebagai sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia ini tak ada cara lain untuk mengada dan bertahan kecuali haruslah beralaskan kerukunan saling menghargai, saling percaya dan bersetia kawan. Kondisi ini yang ingin dibangun NU melalui peringatan dan refleksi dalam pelaksanaan hari ulang tahunnya. Dengan demikian peringatan hari lahir itu tidak hanya penting bagi NU sendiri, tetapi juga sangat berguna bagi kehidupan bangsa secara bersama.

Dengan demikian hadirnya warga secara besar-besaran itu bukan suatu yang hanya untuk dibangggakan, tetapi sebuah potensi yang harus digerakkan untuk meraih cita-cita bangsa secara bersama-sama. Kelompok ini dengan tegas ini menjaga keutuhan negeri yang mereka ikut memperjuangakan, memproklamasikan dan turut menjaganya selama setengah abad lebih. Sampai sekarang masih bersedia menjaganya, sebagai negara bangsa yang berdasarkan pada Pancasila. (Abdul Mun’im DZ)