Risalah Redaksi

Upaya NU Menyelamatkan Negara

Selasa, 29 Januari 2008 | 00:40 WIB

Siapapun menyadari bahwa kondisi kehidupan bangsa ini semakin merosot sejak digulirkanya reformasi beberapa tahun yang lalu. Orang sering menyalahkan yang salah arahnya. Tidak pernah melihat bahwa sesungguhnya reformasi itu sendiri sebuah pilihan atau keterpaksaan yang salah. Reformasi adalah tindakan kelompok burjuis yang ingin perubahan tapi takut risiko untuk mempertahakan hal istimewanya. Semua perilaku lama seperti korupsi, suap dan manipulasi berjalan seperti semula, bahkan lebih parah.

Dari gerak reformasi yang paling mendasar adalah melakukan perubahan konstitusi. Ini artinya mengubah seluruh aspek kehidupan. Menguba kehidupan yang bersifat komunalistik menjadi individualistik, dan kehidupan yang harminis menjadi kehidupan yang kompetitif. Mengubah orientasi negara dan pemerintahan yang populis menjadi elitis, mengubah sistem kehidupan yang sosialistik menjadi kapitalistik. Itulah serangkaian perubahan yang dilakukan pada masa reformasi, dimana demokrasi dikembangkan, tetapi kedaulatan rakyat semakin sirna. Karena penggerak utama reformasi adalah kaum kapitalis, mperialis asing melalui kakitangannya di negeri ini, baik birokrasi, peguruan tingi, LSM dan sebagainya.<>

Akibat reformasi ini, persaudaraan hancur, persaingan marak, penghisapan dan penindasan menjadi kelaziman. Kenaikan harga merupakan bentuk konkret dari langkah ini, penjualan aset negara dan sumber kehidupan rakyat  sema jatuh ketangan kapitalis, baik dalam negeri dan terutama asing. Kehidupan semakin sulit, rakyat semakin jatuh ke jurang kemiskinan, dan semakin terjerumus dalam pertikaian. Korupsi telah menjadi tradisi, yang menjiwai seluruh proses reformasi ini.

Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi ketika otonomi daerah dikembangkan. Pemerintah banyak yang tidak memikirkan rakyatnya. Terutama proses pemilihan kepala daerah yang langsung itu, pertama sangat menguras dana masyarkat dan negara. Kedua menggiring rakyat pada konflik hrisontal antar pendukung calon. Bahkan para kandidat bupati atau gubernur berusaha menggunakan institusi yang ada seperti lembaga pendidikan, organisasi sosial, paguyuban sebagai sarana pendulang suara.

Terbukti bahwa pemlihan langsung kepala daerah ini telah menelan biaya yang luar biasa besar. Dan menciptakan situasi konflik yang begitu keras dan membara. Nyawa melayang, gedung hangus terbakar. Dan yang lebih mengerikan, hampir pemimpin yang dipilih lebih mengutamakan pengembalian modal pemilihan yang dipinjam dari investor, cukong, botoh dari pada mengurus rakyatnya. Karena itu rakyat daerah semakin kehilangan lapangan kerja dan semakin kesulitan hidup. Sementara para elit , mendulang kekayaan semakin besar dari para investor, saat memberikan berbagai konsesi yang merebut lahan kehidupan rakyat.

Melihat kenyataan itu maka tidak ada langkah lain bagi Nahdlatul Ulama kecuali memberikan peringatan, sebagai sebuah bimbngan untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini dari kehancuran, dengan menyerkan untuk menghentikan Pilkada langsung semacam itu. Langkah ini membutuhkan keberanian, karena ketika orang telah terjerat oleh semangat demokrasi liberal, mereka hanya mengutamakan prosedur, berupa pemilihan, tetapi mereka mengabaikan subsatansi (isi) tidak peduli apakah prosedur demokrasi itu membawa kebaikan atau menjerumuskan bangsa ini pada malapetaka. 

Melihat kenyataan ini semua orang hanya merasakan lalu diam, hanya pimpinan NU sebagai organisasi besar yang bertangungjawab terhadap kesejahteraan warganya dan kesejahteraan bangsa ini yang berani melontarkan pernyataan yang benar, tepat tetapi penuh risiko ini. Yaitu resiko dihantam oleh kaum kapitalis dan penjajah yang bersembunyi dibalik hak asasi manusia dan demokrasi. Seluruh warga NU baik dari ualama, politisi, aktivis dan pemudanya mendukung gagasan revolusioner ini. Ini merupakan sumbangan NU terbesar pada banagsa dan Negara ini, dan ini dinyatakan bersamaan dengan perayaan Hari lahir Ke-28 NU bulan ini.

Ini sebuah gerakan moral, tetapi tentu saja memiliki implikasi yang besar untuk menyelamatkan bangsa yang menuju kehancuran dan terjerumus ke dalam jurang pertikaian dan jurang kemiskinan. Langkah ini merupakan sebuah misi profetik yang diemban NU sebagai sebuah organisasi ulama, untuk menelamatkan bangaa yang sedang dicabik-cabik melalui berbagai agenda dan kebijakan.

Gerakan ini hanya bisa dilakukan oleh organisasi besar dan solid seperti NU, sebab serangan balik dari kaum liberal-imperialis pasti akan sangat gencar. Termasuk kalangan politisi dan intelaktual fundamentalis, dogmatis, yang hanya mampu memahami demokrasi secara literal, sebagai sebuah paket imaperialis, tetapi tidak bisa berpikir reflektif dan empirik. Mereka ini juga tidak memiliki keberanian moral melakukan perubahan yang mengganggu keunungan pribadinya, karena mereka in orang yang kehidupannya tergantung pada belas kasihan kapitalis.

Sejak zaman pergerakan dan perjuangan dulu kelompok independen inilah yang terdiri dari para ulama dan kaum pergerakan yang nasionalis yang bisa bersikap non koperasi dan non kolaborasi dengan kolonial. Demikian juga kalangan ulama dan akivis yang mandiri bisa menlak kolaborasi dengan imperialis dalam segala bentuk dan manifestasinya. Sikap itu ditunjukkan NU secara berani dan konsekwen, sebagai sebuah tugas profetik yang harus dilaksanakan unuk menelamatkan bangsa. (Abdul Mun’im DZ)