Risalah Redaksi

Membangun Infrastruktur NU di Perkotaan

Sabtu, 8 April 2017 | 09:12 WIB

Masa depan ada di kota. Bagi yang tidak bersiap-siap menghadapi trend baru ini, mereka akan ketinggalan. Kecenderungan ini tergambar dari angka statistik yang dari tahun ke tahun menunjukkan semakin besarnya jumlah orang yang hidup di kota. Wilayah urban menyediakan banyak fasilitas yang tidak ada di desa. Kota menyediakan lapangan pekerjaan di bidang industri dan jasa yang memberi nilai tambah besar. Kota menyediakan situasi yang dinamis untuk berkembang bagi mereka yang menyukai tantangan. Kemudahan informasi melalui internet semakin meneguhkan posisi kota. Berbagai isu dibangun di kota.

Mereka yang mampu bertahan melintasi zaman adalah yang berhasil menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Dinosaurus merupakan binatang yang besar dan kuat, tetapi punah karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Sejarah juga telah membuktikan, sejumlah organisasi besar era prakemerdekaan bubar atau peran yang dimainkannya kini tak sebesar sebagaimana sebelumnya. Ada pula organisasi Islam yang didirikan semasa prakemerdekaan yang tetap eksis, tetapi perannya tetap dalam skala lokal.

NU salah satu dari sedikit organisasi yang mampu mengembangkan kapasitas dan perannya dalam skala nasional yang lebih besar sampai sekarang. Basis tradisional NU adalah masyarakat pedesaan. Dengan perubahan zaman, apakah NU telah siap untuk berkiprah di masyarakat perkotaan? Atau apakah masyarakat akan tetap menjalankan amaliyah dan memiliki pandangan agama ala NU, tetapi tidak terikat secara organisatoris dengan NU? Ini menjadi pertanyaan yang harus dikaji secara serius.

Eksistensi NU di wilayah perkotaan bisa dilihat dari persiapannya menyongsong masa depan ini. NU memiliki posisi dominan di Jawa Timur dan Jawa Tengah karena di wilayah tersebut banyak sekali infrastruktur yang mendorong posisi dominan tersebut. Salah satunya adalah keberadaan banyak pesantren. Masyarakat pedesaan yang komunal terus menjaga dan mewariskan tradisi dan nilai NU dari generasi ke generasi. Posisi tersebut menguat  seiring dengan tumbuhnya aktivitas sosial organisasi yang menegaskan keberadaan NU sebagai jamiyah, bukan sekedar jamaah seperti sekolah NU, rumah sakit NU, perguruan tinggi NU, dan lainnya. Apalagi ditambah dengan dukungan politik dari partai yang secara kultural berafiliasi dengan NU.

Untuk menjaga posisi dominan dengan ajaran Islam moderat dan keindonesiaan di perkotaan, NU juga membutuhkan banyak infrastruktur pendukung, tetapi bentuknya berbeda dengan kebutuhan masyarakat rural. Pembahasan tentang infrastruktur pendukung dan kesuksesan sebuah organisasi banyak diulas dalam konteks bisnis. Salah satu contoh adalah Silicon Valley, sebuah daerah di selatan San Fransisco, California, Amerika Serikat, yang menjadi pusat industri teknologi informasi. Sejumlah perusahaan besar yang memiliki kantor pusat di sana adalah Adobe Systems, Apple Computer, Cisco Systems, eBay, Google, Hewlett-Packard, Intel, dan Yahoo!.

Ada banyak hal yang mendukung adanya keunggulan kompetitif dari Lembah Silikon ini seperti adanya perguruan tinggi, pusat penelitian, pusat teknologi, perusahaan penyedia modal bagi usaha pemula (start up) dan tentu saja kebijakan pemerintah. Semuanya jalin-menjalin membentuk sebuah keunggulan yang susah ditiru oleh negara lain. Sangat gampang untuk sekedar membuat area khusus teknologi informasi sebagaimana yang ditiru oleh banyak negara, tetapi tak banyak yang berhasil karena tiadanya faktor pendukung.

Dalam tingkat lokal, industri furniture memiliki keunggulan kompetitif di daerah Jepara karena di daerah tersebut terdapat faktor-faktor pendukung yang tidak dimiliki oleh daerah lain seperti adanya perajin kayu yang kompeten, pasokan bahan baku, kebijakan pemerintah yang mendukung, sudah dikenal pasar, dan lainnya. Semuanya tidak dibangun dalam waktu semalam, tetapi merupakan pilihan-pilihan yang pada masa lalu berlangsung secara alamiah. Dengan berberkembangnya ilmu pengetahuan, maka pilihan-pilihan strategi masa depan tersebut bisa dilakukan saat ini dengan mempertimbangkan banyak hal, seperti kelebihan-kelemahan, hambatan dan tantangan.

NU, jika ingin memiliki basis kuat di perkotaan harus mampu memiliki banyak faktor pendukung yang sifatnya berbeda dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Bila di pedesaan, anak-anak belajar agama di madrasah diniyah sore hari untuk melengkapi pelajaran di sekolah umum, di perkotaan, proses pendidikan nilai-nilai keislaman diajarkan di sekolah Islam dengan sistem sekolah sehari penuh (full day school).

Pola filantropi juga berbeda antara masyarakat pedesaan dan perkotaan, mengingat organisasi sosial sangat mengandalkan donasi dari pihak lain. Di pedesaan, masyarakat mempercayakan zakat, infak, dan sedekahnya  (ZIS) kepada tokoh agama setempat yang memang terpercaya integritasnya. Di perkotaan, pengumpulan ZIS sudah mengandalkan lembaga yang lebih terorganisir, dikelola secara transparan dan akuntabel. Kelompok pengajian khusus, majelis taklim, dan keberadaan jaringan pengusaha menjadi satu kesatuan yang saling mendukung. Bahkan keberadaan partai politik juga menjadi sarana untuk memastikan kepentingan kelompoknya terwakili dalam proses-proses politik di parlemen.

Dalam beberapa aspek tersebut di atas, komunitas NU memiliki keunggulan, tetapi ada beberapa hal yang harus diperkuat. Jika NU tidak mengelola sekolah-sekolah Islam di perkotaan, tetapi dikelola oleh kelompok yang menentang ajaran NU, maka dalam 20-30 tahun, generasi kanak-kanak yang saat ini sedang belajar bisa menjadi orang-orang yang, minimal, tidak bersimpati terhadap NU. Jika NU tidak memiliki lembaga-lembaga filantropi yang kuat, maka NU tidak memiliki sarana pendukung untuk menyapa kaum mustadl’afin atau menjalankan kegiatan-kegiatan keorganisasian. Jika NU tidak memiliki wakil-wakil di parlemen tingkat lokal yang memperjuangkan kepentingan warga NU, maka akan ada kesulitan-kesulitan terkait kebijakan yang menyangkut warga NU.

Hal-hal tersebut merupakan tantangan yang harus disiapkan dalam mengantisipasi masyarakat baru pada 20-30 tahun mendatang. Kebesaran dan kejayaan di masa lalu dan saat ini belum tentu akan terus dapat dipertahankan jika kita tidak mampu merumuskan strategi yang tempat dalam menghadapi masa depan. (Mukafi Niam)