Risalah Redaksi

Memperjuangkan Nasib Buruh

Jumat, 5 Mei 2017 | 13:45 WIB

Mei merupakan momentum untuk menggelorakan kembali perjuangan kaum buruh atas hak-haknya yang selama ini banyak yang belum terpenuhi. Permasalahan utama perburuhan di Indonesia adalah upah murah, tenaga alihdaya (outsourching), dan ketersediaan lapangan kerja yang minim.

Upah murah adalah persoalan utama bagi kaum buruh. Di saat para pengusaha semakin kaya, kelompok buruh tetap saja nasibnya berupa sulitnya mengakses kebutuhan-kebutuhan primernya. Kesenjangan ini ditunjukkan oleh meningkatnya kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin berupa rasio Gini tinggi. Tingkat kesenjangan berdasarkan Global Wealth Report yang dibuat oleh Credit Suisse's, Indonesia berada pada peringkat keempat negara paling timpang di dunia. Hal ini karena 1 persen orang terkaya menguasai 49,3 persen kekayaan nasional. Kaum marginal, di antaranya adalah para buruh yang harus berjuang keras untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasarnya.

Hubungan antara buruh dan pengusaha seharusnya dilandasi pada prinsip saling menguntungkan. Tetapi realitas tidak selalu seideal seperti yang diinginkan atau dibayangkan. Kebanyakan pengusaha menganggap buruh sebagai faktor produksi yang dalam prinsip bisnis harus dikelola dengan sangat efisien. Ini artinya adalah upah murah. Apalagi suplai tenaga kerja baru yang dari tahun ke tahun terus bertambah menyebabkan pengusaha merasa memiliki nilai tawar yang tinggi. Pekerja, cenderung tidak punya pilihan.

Penentuan upah, seharusnya tidak hanya didasarkan pada kebutuhan minimum saja, tetapi juga harus mendorong agar pekerja bisa sejahtera, bisa tercukupi kebutuhannya secara layak. Toh, jika pekerja sejahtera, akan ada perputaran uang yang akan kembali menghidupkan bisnis. Penumpukan kekayaan pada segelintir orang akan menimbulkan permasalahan sosial yang akut. Pemerintah sebagai salah satu pemangku kepentingan paling penting, dapat membuat aturan pengupahan yang mensejahterakan buruh. Jika hanya didasarkan hukum pasokan dan permintaan tenaga kerja, posisi buruh akan selalu lemah.

Di sini, pemerintah berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja. Saat ini, terjadi persaingan yang sangat keras untuk merebutkan pasar kerja di antara berbagai negara. Industri-industri padat karya yang sensitif terhadap upah akan dengan mudah mengalihkan pekerjaannya ke negara-negara yang memiliki upah murah. Kemudahan dalam berbisnis akan mendorong banyaknya investasi. Infrastruktur harus dibenahi, aturan-aturan harus disederhanakan, korupsi harus diberantas. Dengan demikian pengusaha bisa bekerja dengan nyaman dan lapangan kerja tercipta. Korea dan Jepang harus mengimpor tenaga kerja dari Indonesia karena adanya kebutuhan tenaga kerja yang tinggi di sana.  

Di sisi lain, tingkat produktivitas buruh harus ditingkatkan. Sejumlah laporan menunjukkan, jika dibandingkan dengan tenaga kerja di luar negeri, seperti Thailand dan Malaysia produktivitas pekerja di Indonesia lebih rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan Korea dan Jepang, masih jauh sekali jaraknya. Tingkat produktivitas tenaga kerja memiliki korelasi tinggi dengan kesejahteraan.

Hubungan industrial yang mencakup pemangku kepentingan paling penting diisi oleh pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berperan untuk memediasi agar buruh dan pengusaha, yang kepentingannya bertolak belakang dapat menemui titik temu seperti dalam penentuan upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan setiap tahunnya. Kemajuan dalam penentuan UMR sudah dicapai dengan aturan kenaikan upah yang jelas. Meskipun ada yang tidak setuju, tetapi hal ini mengurangi ketidakpastian yang setiap tahun selalu terjadi dengan adanya demo-demo buruh menuntut kenaikan gaji menjelang penetapan UMR.

Tenaga alihdaya merupakan persoalan yang belum menemukan pemecahannya secara memuaskan kedua belah pihak. Kecenderungan yang terjadi secara global adalah penggunaan tenaga alihdaya, bahkan pada level manajerial. Ketidakpastian menyebabkan pengusaha menginginkan adanya pasar tenaga kerja yang fleksibel. Saat permintaan turun, maka pengusaha berharap bisa mengurangi tenaga kerja dengan mudah dan saat kebutuhan produksi atau jasa meningkat, bisa merekrut lagi dengan mudah. Pasar tenaga kerja yang kaku menyebabkan pengusaha enggan menambah tenaga kerja kecuali memiliki tingkat kepastian yang tinggi atas produktivitas yang diinginkannya karena pemutusan hubungan kerja memiliki konsekuensi yang berat. Mereka yang sudah bekerja memang mendapat keuntungan karena dilindungi undang-undang, tetapi calon pekerja baru akan kesulitas mendapatkan pekerjaan pasar kerja yang kaku ini.

Regulasi tentang tenaga alihdaya ini yang kiranya harus diperbaiki. Saat ini, meskipun sudah bekerja bertahun-tahun, mereka keahlian dan kompetensi yang mereka miliki kurang diakui. Mereka tetap dalam posisi yang sama dan tentu saja dengan gaji yang tak jauh beda. Tenaga alihdaya seharusnya juga memiliki jenjang karir yang dari tahun ke tahun bisa terus meningkat sesuai ketrampilan yang mereka miliki. Dengan demikian, tidak menjadi masalah, mereka sebagai pegawai tetap atau tenaga alihdaya dengan ketrampilan yang tinggi, yang juga mendapatkan penghasilan tinggi.

Persoalan pensiun bagi pekerja juga harus mendapatkan perhatian serius. Program BPJS Ketenagakerjaan akan membantu pekerja setelah mereka pansiun. Sebagai program baru, sekalipun sudah disusun dengan baik, tetapi dalam implementasinya di lapangan masih membutuhkan penyesuaian-penyesuaian.   

Keberadaan serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan buruh. Dengan bersatu, mereka dapat memiliki daya tawar yang lebih kuat di hadapan pengusaha yang memiliki kekuatan modal yang kuat. (Mukafi Niam)