Konferensi Wilayah NU Jawa Timur yang diselenggarakan pada 28-29 Juli 2018 di Pesantren Lirboyo Kediri berlangsung sukses. Jawa Timur merupakan pusat NU sementara Lirboyo adalah salah satu pesantren salaf terbesar yang menjadi rujukan untuk belajar. Apa yang terjadi di Jawa Timur menjadi perhatian bagi seluruh warga NU di Indonesia karena wilayah ini paling dinamis dalam banyak hal. Kegiatan NU yang terjadi di sana bisa dikatakan paling maju serta paling inovatif yang layak untuk dicontoh oleh daerah-daerah NU lainnya dalam mengembangkan khidmah untuk umat dan bangsa.
Tentu saja, apa yang sudah dilakukan oleh para pengurus dan warga yang dengan sungguh-sungguh telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk organisasi patut diapresiasi dan dibanggakan. NU merupakan organisasi kemasyarakatan yang aktivitas organisasi dan pengelolaannya mengandalkan kerelawanan dari para pengurus dan pengikutnya. Para pengurus mengalokasikan sebagian waktunya untuk mengelola organisasi setelah kewajibannya kepada keluarga dan lembaga tempatnya mengabdi terpenuhi.
Untuk bisa melayani umat dan masyarakat dengan baik, tata kelola dan layanan keorganisasian sudah selayaknya terus ditingkatkan seiring dengan kemajuan teknologi. Salah satu hal yang penting untuk mulai diperhatikan adalah pemanfaatan data kuantitatif untuk pengelolaan organisasi, mulai dari perencanaan program sampai dengan evaluasi dan tentu saja aset organisasi. Teknologi telah memberi kemudahan luar biasa dalam pengelolaan data kuantitatif sehingga terdapat standar bersama untuk menilai kinerja, baik yang sifatnya individual atau organisasi.
Pemanfaatan data untuk memprediksi perilaku dan minat, lalu kemudian memprediksi apa yang terjadi di masa mendatang terlihat dalam pemanfaatan big data. Kumpulan data dalam berjumlah besar yang lalu dianalisis untuk mencari pola-polanya kini semakin diminati, baik kalangan bisnis, pemerintahan maupun organisasi masyarakat. Dari situ, maka dapat diketahui karakteristik pengguna. Jika kita membuka web atau media sosial, maka iklan yang muncul di halaman yang kita buka adalah hal-hal yang menjadi minat kita. Google map memberitahu jalanan yang macet dengan warna merah. Ini adalah contoh penggunaan big data yang telah dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi Nahdlatul Ulama, jika kita dapat memanfaatkan big data untuk mengetahui profil, karakteristik, dan pilihan-pilihan warga NU dalam banyak hal, tentu kita akan memiliki informasi yang sangat bermanfaat. Untuk saat ini, tahapan awal adalah bagaimana bagaimana informasi-informasi dasar tentang aktivitas organisasi dan sumber daya yang dimiliki dapat dikumpulkan dengan akurat dan terus diperbaharui.
Selama ini, selalu ada mimpi untuk bisa mengumpulkan data jumlah dan profil warga NU di seluruh Indonesia. Beragam upaya telah dicoba untuk dilakukan seperti survei atau pendataan warga melalui data yang diperoleh dari pendaftaran kartu anggota NU (Kartanu). Sayangnya, hasil yang diperoleh kurang maksimal.
Sesungguhnya yang lebih mendesak adalah bagaimana kita mengetahui aset dan perkembangan organisasi. Misalnya, berapa banyak jumlah sekolah yang dikelola sebuah PWNU, berapa banyak muridnya, bagaimana hasil ujian akhirnya, berapa banyak yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Potensi masing-masing siswa, profil guru, kondisi sekolah beserta sarana dan prasarananya, kemampuan keuangannya dan banyak hal-hal lainnya.
Jika data tersebut dikumpulkan secara konsisten dari tahun ke tahun, informasi tersebut bisa dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya untuk mengetahui apakah ada tren peningkatan atau penurunan. Kita juga dapat memproyeksikan perkembangannya serta mengantisipasi kebutuhannya yang harus disiapkan di masa mendatang.
Dari situ, kita dapat menilai kinerja ketua Ma’arif NU secara lebih obyektif. Kumpulan data bidang lainnya secara keseluruhan berguna untuk menilai kinerja kepengurusan PWNU. Evaluasi berkala yang terukur memungkinkan mereka yang kinerjanya kurang maksimal segera mendapat penanganan. Hal ini akan membuat organisasi akan terus berjalan dengan baik.
Pengukuran kinerja organisasi yang terstandarisasi di seluruh Indonesia akan memudahkan penilaian secara lebih obyektif. Selama ini, laporan-laporan pertanggungjawaban sifatnya deskriptif. Capaian dari satu periode ke periode selanjutnya tidak dapat dilakukan. Upaya membandingkan kinerja secara horisontal, misalnya dari satu PWNU ke PWNU lainnya juga susah. Dengan demikian, susah untuk menilai apakah seorang ketua wilayah sudah menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan baik atau belum atau membandingkan kinerja satu ketua wilayah dengan yang lainnya.
Jika ada alat ukur yang baik dalam menilai kinerja organisasi, maka seluruh jajaran kepengurusan NU dan perangkat organisasinya akan menjadikan hal tersebut sebagai panduan. Masing-masing bagian akan memiiki key performance indicator (KIP) atau indikator kinerja utama untuk membantu menilai mengukur kemajuan sasaran organisasi. Sistem yang baik akan membuat semua orang berkinerja baik. Sistem buruk akan membuat orang-orang berbakat tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.
Secara teknologi, perangkat lunak pengolah data sudah banyak tersedia dengan biaya terjangkau. NU juga memiliki kader yang siap merancang sistem dalam standarisasi. Yang perlu disiapkan adalah perubahan budaya organisasi. Mereka yang memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi dengan hanya aktif pada saat-saat tertentu saja akan segera ketahuan. Pengurus yang tidak aktif dengan hanya menempel nama saja juga akan segera terdeteksi. Standar evaluasi yang obyektif akan membuat mereka yang dinilai lebih mungkin menerima hasilnya.
Tahapan pelaksanaan bisa dimulai pengukuran-pengukuran yang sederhana, lalu seiring dengan waktu, dibuat secara lebih detail. Bisa juga dengan memulai dari satu aspek yang sudah siap, misalnya bidang pendidikan dengan berbagai detailnya kemudian dikembangkan ke bidang-bidang lainnya untuk selanjutnya diintegrasikan dalam sebuah sistem besar. Tentu saja, yang diperlukan adalah tim pengolah data yang kuat. Jika ini berhasil dilakukan, maka kita akan memiliki gambaran akurat tentang organisasi dan mampu membuat kebijakan yang tepat serta bisa memproyeksikan perkembangan organisasi di masa mendatang dengan lebih baik. (Achmad Mukafi Niam)