Risalah Redaksi

Peluang dan Tantangan Baru NU

Sabtu, 15 April 2017 | 15:10 WIB

Syukur alhamdulillah bahwa NU telah mencapai usia 94 tahun, jika dihitung dalam sistem penanggalan Hijriyah. NU telah melintasi berbagai zaman, dari era prakemerdekaan hingga era reformasi. Masing-masing memiliki dinamikanya sendiri yang tidak mudah untuk dijalani, tetapi semuanya berhasil dilalui dengan baik. Peluang dan tantangan ke depan tidak kalah dinamisnya karena kini tatanan kehidupan sudah berubah secara signifikan daripada masa-masa sebelumnya.

Kesempatan dalam bidang politik kini terbuka luas bagi kader NU setelah Orde Reformasi yang memungkinkan semua pihak membentuk partai politik baru. Dalam hal ini, telah NU membentuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menjadi wadah bagi kader-kader NU untuk berkiprah dalam ranah politik. Perjuangan melalui parlemen ini telah mengupayakan sejumlah kebijakan yang lebih pro kepada rakyat kecil yang di dalamnya banyak terdapat warga NU. Banyak kader NU kini menjadi pemimpin daerah di mana mayoritas warganya adalah Nahdliyin. Dengan demikian, mereka lebih tahu dan lebih peka kebutuhan masyarakatnya yang selama ini kerap diabaikan. 

Di sisi lain, demokrasi liberal yang padat modal saat ini menjadikan proses demokrasi berlangsung secara transaksional yang di antaranya berwujud dalam politik uang. Pola pemilihan seperti ini telah menyingkirkan orang-orang berintegritas tetapi minim modal. Para pemenang dalam kontestasi politik bukan hanya berusaha mengembalikan modalnya, tetapi mencari untung. Biaya politik yang mahal ini akhirnya berujung pada banyaknya kasus karupsi. Tentu saja rakyat yang paling dirugikan. NU dalam konteks ini merekomendasikan agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD sebagaimana ditetapkan dalam Munas NU Cirebon (2012). 

Isu SARA juga menjadi salah satu persoalan terkait dengan politik yang mengemuka. Para kontestan dalam pilkada menggunakan tema-tema SARA sebagai sarana untuk meraih dukungan massa. Akibatnya, harmoni masyarakat menjadi rusak karena kepentingan politik jangka pendek ini. NU telah berupaya keras menjaga menjadi penyeimbang sehingga kondisi ini tetap stabil, sekalipun hal ini tidak mudah. 

Kebijakan pemerintah yang lebih memperhatikan sektor pendidikan juga telah memberikan banyak kesempatan kepada warga NU untuk memperoleh pendidikan yang lebih layak atau pada jenjang yang lebih tinggi. Sertifikasi guru dan dosen sebagai sarana untuk peningkatan kualitas pendidikan, telah meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen berlatar belakang NU. Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) telah membantu operasional sekolah-sekolah NU. Kesempatan beasiswa terbuka bagi siapa saja, termasuk ada beasiswa khusus bagi santri. NU juga mendapat kesempatan mendirikan perguruan tinggi baru di sejumlah tempat untuk menampung lulusan sekolah menengah dari lingkungan NU. Pendidikan merupakan upaya untuk melakukan akselerasi yang cepat untuk masuk ke kelas menengah yang saat ini terus bertumbuh. Semuanya mengarah pada peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan warga NU secara keseluruhan.

Di sisi lain, sekalipun sudah digelontorkan dana yang sangat besar, yaitu mencapai 20 persen dari APBN, ternyata banyak pihak merasa kualitas pendidikan yang ada saat ini masih jauh dari harapan. Daya kompetisi pendidikan Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Pendidikan agama yang menjadi basis utama NU yang dikelola di bawah Kementerian Agama mendapat alokasi dana yang lebih kecil daripada yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pesantren sampai saat ini belum diakui sebagai pendidikan formal. Akibatnya, sistem pendidikan asli Indonesia ini tidak mendapatkan kucuran dana untuk mendukung proses belajar mengajar. Padahal, sesungguhnya setiap warga negara mendapatkan hak atas kualitas yang sama dalam mengakses pendidikan. 

Teknologi informasi yang berkembang sedemikian cepat juga menjadi peluang bagi pengembangan dakwah NU. Sosial media sebagai bentuk baru komunikasi warga telah mampu menyebarkan informasi dengan sangat massif. Kini, warga NU dengan mudah dapat mengikuti petuah atau bertanya kepada para kiai dengan mengikuti media sosial yang dimiliki oleh para kiai. Video-video pengajian dai favorit dari kalangan NU bisa didengarkan melalui Youtube yang bisa diputar ualng kapan saja. Acara-acara besar NU juga bisa dihadiri melalui siaran langsung (live) melalui streaming dari mana saja, yang kini merupakan hal yang sangat mudah dilakukan. Dengan demikian, dakwah, pesan-pesan kebaikan, atau konsolidasi organisasi bisa dilakukan dengan sangat mudah dan hemat biaya. Efektifnya pembentukan PCINU-PCINU di sejumlah negara atau komunikasi dengan PCNU di daerah terluar dan terpencil sangat terbantu dengan teknologi informasi ini.  

Di sisi lain, teknologi informasi bagaikan pedang bermata dua. Selain manfaat yang banyak, terdapat potensi negatif seperti pornografi, penyebaran ajaran radikal, hingga penyebaran berita palsu yang kini marak. Semuanya membutuhkan kemampuan dan daya kritis dalam dunia baru ini.

Semua baru ini perlu mendapat perhatian dan penanganan dari NU agar mampu mengambil manfaat dan meminimalisir dampak negatifnya. Zaman telah bergerak sedemikian cepatnya. Dan tanpa terasa kita menjadi bagian arus besar tersebut. Mereka yang ingin bertahan dapat menggunakan pepatah anglaras ilining banyu, ngeli, tapi ora keli, yaitu mengikuti arus air tetapi tidak hanyut. NU, menjadi tempat warganya untuk berpegangan, untuk memberi panduan atas perubahan-perubahan yang bisa menghanyutkan . Selamat harlah ke-94 NU.