Warta

AS, Singapura & Malaysia Lebih Lindungi Remajanya dari Pornografi

Kamis, 8 November 2007 | 08:29 WIB

Jakarta, NU Online
Permasalahan pornografi dan pornoaksi tak hanya dihadapi negara berkembang, seperti Indonesia. Negara maju, semacam Amerika Serikat (AS), Singapura dan Malaysia juga menghadapi persoalan serupa. Namun, negara-negara itu lebih maju dalam melindungi remaja atau generasi mudanya dari pengaruh buruk pornografi dan pornoaksi.

Demikian dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa, kepada wartawan usai acara Halal bi Halal bertajuk “Membangun Ukhuwah Islamiyah Secara Kaffah” di gedung Jakarta Media Center, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (8/11)<>

“Amerika Serikat itu, sedikitnya punya 6 undang-undang terkait pornografi dan pornoaksi. Mereka saja benar-benar ingin menyelamatkan anak bangsanya. Lho, kenapa kita seolah-olah malah mau menjerumuskan anak-anak bangsa ini,” terang Khofifah yang juga anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI itu.

Ia menyampaikan hal tersebut menyusul dibahasnya kembali Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP) oleh pemerintah bersama Panitia Khusus RUU APP, hari ini. Berdasarkan Amanat Presiden No 58 tanggal 3 Oktober 2007, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Agama dan Departemen Hukum dan HAM ditunjuk Presiden sebagai pembahas RUU tersebut.

Khofifah menegaskan, dukungannya agar RUU tersebut segera disahkan menjadi UU bukan bagian dari upaya menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan syariat Islam. Namun, semata demi menyelamatkan remaja generasi penerus bangsa dari akibat negatif pornografi dan pornoaksi.

“Kita tetap harus mengedepankan dan menghargai kebudayaan kita. Semua harus tetap dalam bingkai kebhinekaan, pluralisme. RUU APP itu tidak berbicara bahwa semua perempuan harus pakai jilbab, tidak,” tegas mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu.

Data yang ia dapatkan, ujarnya, menunjukkan bahwa perkembangan pornografi dan pornoaksi di negeri ini sudah mencapai tahap cukup mengkhawatirkan. Menurut hasil penelitian, tambahnya, terdapat 19 situs porno yang biasa diakses anak-anak kelas 2 hingga 6 sekolah dasar.

Selain itu, lanjutnya, tingkat aborsi di Indonesia juga tertinggi di dunia, yakni peringkat pertama. “Tingkat perkosaan akibat habis nonton film porno juga termasuk tertinggi di dunia. Ini jelas harus segera ada tindakan preventif untuk mengatasi hal itu,” tandasnya.

Namun, Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan di era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menjelaskan, RUU APP harus disesuaikan dengan berbagai peraturan perundang lainnya yang sudah ada. Seperti dengan UUD 1945 pasal 28 Bab I ayat 5. Hal ini agar tidak terjadi perdebatan, pro dan kontra.

Jika RUU ini sudah dibahas dan menjadi UU, maka perlu dibuatkan Peraturan Perundangannya (PP). Jika tidak ada, UU itu tidak bakal efektif. (rif)