Warta Syeikh Ali at-Tazkiri:

Beda Aliran tapi Satu Tuhan dan Satu Nabi

Jumat, 12 Mei 2006 | 08:35 WIB

Jakarta, NU Online
Selain isu nuklir dan konfrontasi Iran-Amerika Serikat, hal penting lain yang mengemuka dalam acara silaturrahmi rombongan Presiden Iran Mahmoud Ahmadi Nejad dengan PBNU, Jumat (12/5), adalah soal perbedaan aliran di kalangan umat Islam.

Berbagai kalangan yang hadir, entah dari kalangan ulama NU, pejabat dan mantan pejabat, serta dari berberapa organisasi Islam berharap Iran tidak hanya berkonsentrasi pada persoalan nuklir. Iran perlu ikut membuat rintisan-rintisan untuk menggalakkan semacam dialog di kalangan umat Islam dunia.

<>

Mantan Ketua Fatayat NU Dr. Sri Mulyati meminta presiden Iran dapat berperan mengeliminir konflik sosial akibat perbedaan aliran dalam Islam, terutama yang terjadi di Indonesia, pakistan, dan bahkan Iran sendiri. Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi kepada Nejad bahkan mengatakan bahwa kini konflik antara Sunni dan Syi’ah masih berlangsung, bahkan di Iran sendiri.

Menanggapi itu, Nejad agak bergeming. ”Ketegangan yang terjadi antara madzab yang satu dengan yang lain adalah sebab bisikan musuh. Kita harus berusaha mendekatkan hati kita. Di Iran ada at-Tazkiri yang tugasnya mengeliminir percekcokan di antara madzab-madzab yang berbeda,” kata Nejad sembari dengan bangga melirik Syeikh at-Tazkiri di sebelahnya.

Syeikh Ali at-Tazkiri, Rektor Universitas Taqribul Madzahib itu akhirnya urun bicara. Menurutnya, persoalan madzab adalah yang sering mengemuka saat ini. Penyelesaiannya juga sangat sulit. Namun, menurutnya, pendekatan penting yang perlu dilakukan untuk mengeliminis konflik sosial akibat perbedaan itu adalah peneguhan sikap bahwa umat Islam itu satu.

”Perbedaan aliran itu nikmat Allah. Jika ada perbenturan penyelesaiannya adalah dengan rasa saling mencintai sesama umat Islam. Yang terpenting kita harus ingat bahwa meskipun berbeda madzab, umat Islam itu satu Tuhan, satu Nabi dan satu kitab suci al-Qur’an,” kata Syeikh at-Tazkiri.

Para kiai yang hadir mendengarkan kata-kata at-Tazkiri dalam bahasa Arab itu dengan baik. Beberapa kiai sepuh yang hadir antra lain KH. Idris Marzuki, KH. Masduki Mahfudz, KH. Muchid Muzadi, dan KH. Endin Fahruddin Masturo. Sepertinya semua yang disampaikan Syeikh sudah menjadi prinsip dakwah NU semenjak dulu. Meski begitu, para kiai tetap khidmat, lalu tersenyum dan akhirnya memberi aplus kepada Syeikh: "Setuju...!" (nam)