Warta

Benih Hibrida Membuat Indonesia Terjerat Lagi Pada Revolusi Hijau

Kamis, 26 Juli 2007 | 09:15 WIB

Yogyakarta, NU Online
Penggunaan padi hibrida membuat Indonesia terjerat lagi pada revolusi hijau yang menimbulkan dampak negatif pada ekologi.

"Indonesia pernah terjerat oleh revolusi hijau yang berimplikasi pada terciptanya ketergantungan input yang bukan main dan timbulnya kerusakan ekologi," kata pakar pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Mochamad Maksum M.Sc. di Yogyakarta, Kamis.

<<>font face="Verdana">Menurut Pengurus PWNU DI Jogjakarta ini,, secara ekologis benih padi hibrida memiliki tuntutan kesesuaian pada kondisi tertentu dan menimbulkan dampak secara ekologis. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh revolusi hijau akan terulang lagi dengan adanya pengembangan benih padi hibrida.

Pada sisi biologis, benih hibrida dikembangkan berdasarkan basis teknologi impor dengan segala syarat kesesuaian teknologi untuk bisa berkembang. Pengembangannya tidak sekedar menanam benih saja namun membutuhkan penekanan pada penggunaan obat, pupuk, dan sebagainya.

"Secara ekonomis revolusi hijau telah menghasilkan pangan murah, namun tidak berpihak sama sekali pada kesejahteraan petani dan menyebabkan rusaknya ekologi," kata dia.

Menurut dia, secara politis adopsi hibrida akan meningkatkan ketergantungan pangan nasional terhadap impor benih sehingga menimbulkan pula ketergantungan ketahanan pangan dan ketahanan nasional kepada luar negeri.

"Ini urusan kedaulatan, kalau bicara komoditas lain, implikasi ekspor impor hanya sampai pasar saja, namun tidak demikian halnya dengan komoditas pangan strategis," katanya.

Menurut dia, masalah ini perlu diperhatikan, apalagi menyangkut benih padi yang merupakan komoditas pangan strategis dengan implikasiyang multidimensi mulai dari aspek biologis hingga aspek politis.

"Daripada menggadaikan kedaulatan Republik Indonesia, lebih baik mengembangkan benih dan teknologi lokal yang akrab lingkungan," kata Maksum. (ant/nun)