Warta HALAQAH PRA MUKTAMAR

Dilema Ketua NU dari PNS

Rabu, 19 Agustus 2009 | 05:44 WIB

Jakarta, NU Online
NU selama ini dikenal memiliki posisi independen dihadapan pemerintah, bahkan pernah menjadi oposisi yang kuat saat Orde Baru. Khittah yang mengembalikan NU sebagai organisasi kemasyarakatan memungkinkan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) masuk menjadi pengurus NU.

Situasi ini dilapangan ternyata menimbulkan dilema karena telah menimbulkan persoalan tersendiri pada independensi NU di hadapan penguasa disamping sumbangan pemikiran dan akses yang diberikan oleh pejabat yang memimpin NU itu.<>

Belakangan ini, dalam era otonomi daerah, semakin banyak ditemukan kasus para birokrat seperti sekretaris daerah, kepala dinas atau jabatan lainnya menjadi pimpinan cabang NU di daerahnya. Ini menjadi keluhan sebagian aktifitas NU karena menjadikan posisi ketua NU inferior dihadapan bupati atau walikota sehingga seringkali kebijakan NU mengikuti kemauan pimpinan daerah yang menjadi atasannya dalam struktur birokrasi kekuasaan.

Tampilnya pejabat struktural dalam pemilihan ketua NU tidak semuanya berlangsung secara alamiah. Terdapat kasus di Jawa Timur yang mana bupati dari partai politik yang berseberangan dengan ideologi NU mendukung salah satu stafnya untuk maju menjadi ketua cabang, dan akhirnya berhasil. Situasi ini menyebabkan NU kurang memiliki nilai tawar dihadapan kekuasaan.

Sebagian peserta halaqah pra muktamar bidang organisasi, Selasa (18/8) mengusulkan PNS struktural termasuk dalam bagian larangan rangkap jabatan yang telah berlaku pada jabatan politik atau jabatan yang dipilih seperti bupati, walikota, presiden dan lainnya. PNS seperti dosen yang tidak tunduk pada struktur birokrasi masih dimungkinkan menjadi ketua di masing-masing tingkatan.

Lain di Jawa Timur atau daerah lain yang memiliki komunitas NU yang kuat, sejumlah daerah yang komunitas NU nya belum solid malah diuntungkan dengan masuknya para pejabat struktural birokrasi dalam kepengurusan NU karena mampu memberikan akses yang tidak dimiliki organisasi.

Ketua bidang organisasi KH Masdar F Mas’udi menyatakan persoalan ini pelik, karena itu, masih akan menerima masukan-masukan dari daerah karena situasinya tidak dapat digeneralisir. (mkf)