Warta

Film “Nagabonar Jadi 2” Lebih Religius dari pada “Ayat-ayat Cinta”

Senin, 26 Mei 2008 | 11:17 WIB

Jakarta, NU Online
Masih ingat film “Nagabonar Jadi 2”? Film besutan aktor kawakan Dedy Mizwar yang disebut-sebut sarat pesan semangat nasionalisme itu justru dinilai lebih bernuansa religius dari pada film “Ayat-ayat Cinta” (AAC).

Penilaian itu diungkapkan Anggota Komisi I DPR RI, Arif Mudatsir Mandan, saat berbicara pada diskusi bertajuk ”Mengembalikan Film Indonesia ke Khittah 1950” di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (26/5).<>

Arif menjelaskan, nilai-nilai luhur dan universal agama, utamanya ajaran Islam, lebih banyak ditampilkan pada Nagabonar Jadi 2. Hal itu, menurutnya, berbeda pada film AAC karya Sutradara Hanung Bramantyo yang mengedepankan nilai-nilai Islam terlalu verbal dan formal.

”Bukan karena di Nagabonar Jadi 2 itu ada adegan anak-anak mengaji. Tapi, nilainya, nilai Islaminya yang ditampilkan. Bukan Islam verbal dan formal dalam Ayat-ayat Cinta, seperti, hampir semua pemeran perempuannya menggunakan jilbab,” terang Arif.

Hal senada diungkapkan aktor senior Slamet Rahardjo Djarot yang juga menjadi narasumber pada diskusi itu. Menurutnya, Nagabonar Jadi 2 yang dibintangi Dedy Mizwar bersama Tora Sudiro, sukses sebagai film yang bersifat mendidik masyarakat.

Ia berharap, film tersebut dapat mengilhami para sineas-sineas muda Tanah Air yang muncul akhir-akhir ini. Pasalnya, kata dia, masyarakat mulai resah atas beragam karya sinematografi yang justru tidak mendidik penontonnya.

Apalagi, imbuh aktor yang pernah membintangi film ”Badai Pasti Berlalu” itu, pola pikir publik film Indonesia telah ’dikendalikan’ lembaga pemeringkat film; AGB Nielson. Lembaga tersebut, katanya, seolah menjadi penentu utama jenis tayangan yang paling disukai masyarakat Indonesia.

”Padahal, saya tahu, survei yang dilakukan AGB Nielson hanya di 5 kota besar. Itu pun dilakukan secara acak. Tidak bisa mewakili ratusan juta masyarakat Indonesia,” terang Slamet.

Namun, ia menambahkan, kondisi perfilman saat ini yang dinilai tak terlalu menggembirakan, tidak bisa dilawan hanya dengan kata-kata. ”Kita juga harus mencipta (film). Tidak bisa kita hanya protes dengan kata-kata,” pungkasnya. (rif)