Warta

Gus Dur Diberi Gelar Bapak Pluralisme

Kamis, 25 Agustus 2005 | 03:40 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Jakarta, Rabu diberi gelar Bapak Pluralisme oleh Partai Damai Sejahtera (PDS), Jaringan Doa Nasional Tionghoa Indonesia dan warga Ahmadiyah.

Gelar itu diberikan atas jasanya  terhadap pluralisme, hak asasi manusia dan kebebasan berpikir, yang  dinilai warga Kristiani, keturunan Tionghoa dan muslim Ahmadiyah sebagai perjuangan sangat berharga bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara di Indonesia, kata Ketua Umum DPP PDS Rusyandi M Hutasoit .

<>

Ketua Umum PDS didampingi Sekjen DPP PDS ML. Denny Tewu, Ketua Fraksi PDS DPR RI Apri Sukandar memberikan penghargaan itu  di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. Hadir pula, Sekretaris FKB DPR A. Hilmy Faishal Zaini.

Jumat (26/8) mendatang Gus Dur bersama Banser dan Garda Bangsa serta warga Kristiani berencana akan demo di Bandung guna menentang penutupan gereja dan main hakim sendiri di kota itu.

Ruyandi Hutasoit menyebut Gus Dur sebagai tokoh konsisten memperjuangkan HAM, pluralisme,  dan demokrasi. Gus Dur dianggap telah mengajarkan pada bangsa ini bagaimana seharusnya berbangsa. Ia berharap ajaran Gus Dur diteladani dan diwariskan pada generasi muda bangsa ini.

Apri Sukandar menyatakan kesanggupannya untuk memperbaiki diri jika pada umat Kristen ada yang salah, demikian juga Islam. Yang jelas semua pihak mesti menghindari tindak kekerasan dan metode-metode yang tidak membangun kebersamaan. Ia bertekad PDS dan PKB beserta partai lain akan membangun Indonesia yang damai dan bermartabat.

Gus Dur sendiri menjelaskan, kalau tindakan kekerasan dan main hakim sendiri yang terjadi akhir-akhir ini - pada Ahmadiyah dan umat Kristiani - sengaja dimanfaatkan oleh kelompok ekstrim (kanan) di tengah kenaikan harga BBM dan keruwetan politik lainnya.   

"Maka kita berkewajiban menjaga kehidupan yang baik dan kondusif itu tetap permanen melalui kesadaran teologis dan non teologis. Secara teologis, kata Gus Dur, semua pemeluk agama meyakini jika keyakinan beragamanya agar diikuti orang lain, termasuk Kristen dan Islam sendiri.. Itu wajar saja, yang penting keinginan dan harapan tidak dilakukan dengan kekerasan dan melawan hukum, " ujarnnya

Ia mengakui, ’secara fisik’ ada kelompok-kelompok yang ingin menegarakan Islam. NU sejak Muktamar NU di Banjarmasin 1969 sudah memutuskan final Pancasila sebagai dasar negara dan Indonesia sebagai negara hukum yang dipertegas kembali pada Muktamar Situbondo, 1984. Tapi pada  perkembangannya, agamawan membiarkan diri mereka dimanfaatkan untuk kekuasaan misalnya dengan mendirikan ICMI 1989 demi kepentingan kekuasaan Soeharto.  

"Untuk itu saya berharap pemerintahan SBY tidak tertipu itu. Namun kalau mendengar statement Wapres Jusuf Kalla ngeri karena sering seenaknya, "ujarnya.

Sementara Gus Dur berharap semua pihak khususnya umat Kristiani, Tionghoa, Ahmadiyah dan lain-lain tidak perlu khawatir karena orang-orang muda ke depan makin cerdas dan sadar akan kebersamaan dan pluralisme.

Ia berjanji akan diam menghadapi tindakan kekerasan itu, namun kalau sudah keterlaluan baru akan bergerak bersama seluruh kekuatan bangsa ini.(ant/mkf)