Warta

Gus Dur Dukung Pemekaran Aceh

Rabu, 3 Mei 2006 | 11:22 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung rencana pemekaran Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Menurutnya, hal itu merupakan tuntutan yang perlu dipenuhi mengingat keberagaman masyarakat Aceh.

“Saya total mendukung. Karena keberagaman masyarakat Aceh, maka dibutuhkan pemekaran itu,“ kata Gus Dur ketika menerima perwakilan sejumlah masyarakat Aceh yang terdiri dari angota DPR dan tokoh masyarakat di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (3/5).

<>

Kedatangan perwakilan masyarakat Aceh yang terdiri dari 11 kabupaten itu bermaksud meminta Gus Dur untuk memperjuangkan tuntutan pemekaran daerah, yakni pembentukan propinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Pemekaran tersebut hanya bersifat administratif, agar dapat membangun lebih cepat, dan akurat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepada perwakilan masyarakat Aceh itu, Gus Dur menyatakan bahwa Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinky tidak punya hak untuk membatasi sebuah daerah di Aceh yang ingin menjadi propinsi.

Setiap daerah, tambah Gus Dur, memiliki hak untuk menjadi propinsi. Namun, Gus Dur menegaskan bahwa tuntutan untuk pemekaran itu tidak dalam kerangka memisahkan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Setiap daerah punya hak untuk merdeka, tapi merdeka dalam arti menjadi propinsi, tidak merdeka dari NKRI,“ tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Gus Dur berjanji akan memperjuangkan tuntutan tersebut. “Biarpun gagal, saya akan terus dan terus berjuang untuk mewujudkan tuntan itu. Saya berjanji akan mendampingi tuntutan anda,“ ujarnya.

Perjuangan pemekaran propinsi Aceh ini, sudah dimulai sejak kemerdekaan Indonesia, dengan berbagai sebutan, Propinsi Galatsi, Nenggeri Antara, GATS, Leuser Antara, dan akhirnya Aceh Leuser Antara.

Ide pemekaran propinsi Aceh ini adalah murni aspirasi masyarakat Aceh yang tinggal di pedalaman, jauh sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Hal ini, terus berkembang karena semakin termarjinalnya bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dan sarana pembangunan di daerah Gayo, Alas, maupun Singkil. (rif)