Warta

Hasil Bahtsul Masa’il Nasional Perpres 36/2005 Dibawa ke DPR

Senin, 22 Agustus 2005 | 07:52 WIB

Jakarta, NU Online
Sejumlah kiai, pengasuh pesantren, dan santri senior yang tergabung dalam Forum Silaturrahmi Pesantren Petani (FSPP), Senin (22/8) siang, mendatangi Gedung Komisi II DPR RI di Senayan untuk mengajukan tuntutan dan keberatan atas Peraturan Presiden (Perpres) 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Langkah ini merupakan kelanjutan dari acara Bahhtsul Masa’il Nasional tentang Perpres 36/2005 yang diadakan di Pondok Pesantren Pandan Aran, Yogyakarta, (9-10/7) lalu.

Rombongan yang berjumlah 32 orang, berangkat dari Yogyakarta dan tiba di Jakarta pukul 02.30 dini hari di Pesantren Ciganjur asuhan KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur). Beberapa orang diantaranya adalah KH. Aziz Masyhuri, KH. Hasan Abdullah, Ust. Abdul Muhaimin, Ust. Sofuyullah MZ., Imam Aziz, dan Jadul Maula.

<>

Setelah berbincang dengan Gus Dur, rombongan langsung beranjak ke Gedung DPR RI di Senayan. Rombongan di terima oleh Toni Wardoyo dan Syaifullah Ma’sum dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) mewakili Komisi II DPR RI.

Kepada kedua anggota Komisi II DPR RI itu Ketua FSPP KH. Abdullah Hasan yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Mlangi Yogyakarta menyatakan, Perpres 36/205 tidak syah menurut hukum fikih. Kesimpulan ini adalah hasil dari Bahtsul Masa’il Nasional yang diadakan selama empat hari di Yogyakarta. Bahstul Masa’il diikuti oleh 150 orang mewakili pesantren-pesantren dan kelompok tani yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Lampung, Sumatera, NTB, dan Sulawesi Selatan.

Soal pencabutan hak atas tanah, Bahtsul Masa’il menyimpulkan ada empat syarat yang harus dipenuhi, yakni dengan pertimbangan kebutuhan yang sangat darurat, tidak ada kepentingan bisnis, Tunai, pantas, dan penggantian yang adil menurut pertimbangan para ahli, dan pencabutan dilakukan oleh negara atau pemerintah yang berwenang. Jika satu syarat saja semisal kenyataan bahwa yang selama ini didefinisikan sebagai kepentingan umum seperti jalan tol dan mall jelas-jelas untuk kepentingan bisnis, maka pencabutan hak atas tanah tidak dibenarkan. Sementara itu tanah yang akan di cabut kepemilikannya ditambahkan satu syarat yakni tidak dalam keadaan disengketakan. Jika tanah dalam keadaan sengketa, maka masyarakat sekitarlah yang lebih berhak menentukan keputusan.

”Yang paling disorot oleh para kiai dalam bahtsul masail itu adalah bagaiman fikih memberikan hukum atas pencabutan hak atas tanah. Setelah melakukan kajian yang mendalam dari literaratur fikih, berdasar pada Al-Qur’an dan hadits kami menyimpulkan bahwa Perpres 36/2005 tidak syah karena telah menghilangkan hak-hak dasar manusia,” kata KH. Abdullah Hasan.

Anggota DPR Saifullah Maksum mengatakan bahwa pihaknya telah berupaya secara politik dan hukum untuk membatalkan atau minimal merefisi beberapa pasal dalam Perpres yang merugikan masyarakat. Menurutnya, saat ini hanya ada dua fraksi yang mendukung pembatalan Perpres 36/2005 yakni F-KB, F-PDIP, dan beberapa orang dari PAN. Sementara fraksi-fraksi yang lainnya terkesan tenang-tenang saja.

”Kedatangan para kiai dan pengasuh pesantren sudah lama kami tunggu. Setelah ada amunisi baru dari para kiai soal Perpres 36/2005 perpektif hukum Islam, kurang apa sih?,” kata Saifullah Maksum.

Setelah dari DPR RI Rombongan menuju Mahkamah Agung untuk menyampaikan keluhan yang sama. Rombongan juga berencana mendatangi MUI untuk menminta fatwa, dan lembaga soasial keagamaan seperti Muhammadiyah untuk mendapatkan dukungan moral spiritual.

”Forum kami ini independen. Tidak ada sangkut paut dengan Parpol maupun founding luar negeri dan NGO, Paling-paling kalau kami menjalin hubungan dengan NGO cuma dalam urusan hubungan kerja. Dengan bahasa yang paling halus kami meminta Perpres Nomor 36 di-review. Yang paling peting sebagai pertombangan, kemaslahatan umum adalah termasuk kemaslahatan pemiliknya. Kasus yang paling dekat ini adalah tanah di Blora dan Cepu yang kaya kandungan minyak,” kata Ust. Abdul Muhaimin sebagai komandan lapangan rombongan itu. (an)