Warta Ketua PCNU Kota Tegal

Hentikan Pengiriman TKW

Ahad, 21 November 2010 | 23:01 WIB

Tegal, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tegal mendesak pemerintah agar menghentikan pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) karena wanita bukan pekerja apalagi dijadikan sebagai pekerja rendahan. Sehingga rentan terhadap berbagai tindak kekerasan dan pelecehan.

“Hentikan pengiriman TKW,” desak Ketua PC NU Kota Tegal DR KH Basukiyatno di sela pelantikan bersama PC GP Ansor dan PC IPNU-IPPNU Kota Tegal di Riez Hotel Jalan Gajah Mada Kota Tegal Ahad  (21/11).<>

Menurut Basuki, tidak perlu tawar menawar lagi soal penghentian pengiriman TKW. Apalagi dengan makin maraknya kasus yang melilit TKW Indonesia. Meskipun, kasus yang terlihat, tak sesuai dengan kenyataan dilapangan. “Ibarat teori gunung es, kasus TKI ini yang sesungguhnya terjadi,” tandas Basuki.

Kalau pemerintah mau mendulang devisa, sambung Basuki, mestinya pemerintah harus mengirim TKI laki-laki. Karena laki-laki wajib hukumnya bekerja, bekerja apapun dan dimanapun sangat dituntut. “Jangan malah mengirim secara leluasa tenaga kerja perempuan,” gugat Basukiyatno yang juga Dekan FKIP UPS Tegal itu.

TKW kita semakin dihinakan, lanjutnya, yang berarti pula menghina bangsa Indonesia. “Perempuan kan mahluk yang dimuliakan, mengapa harus dihinakan?” ungkitnya.
Pengiriman TKW, kata Basuki, tidak ada untungnya, tapi banyak buntungnya. Kecuali kalau TKW kita memiliki profesionalisme. Pemerintah boleh saja mengirim TKW asal yang profesional, bukan sebagai pembantu rumah tangga.

Kasus penyiksaan TKW, lanjut Basukiyatno, merupakan tindakan biadab. Pun ketika majikan di Indonesia berbuat menganiaya pembantunya, maka dikategorikan perbuatan keji. “Apalagi, dilakukan oleh majikan yang bukan bangsa kita sendiri. Maka sungguh amat biadab,” tandasnya.

Penderitaan seorang TKW, imbuhnya, tidak hanya dialami oleh perempuan pekerja itu sendiri. Tetapi ada penderitaan yang berkepanjangan dari dikirimnya Tenaga Kerja wanita. Keluarganya, terutama anak-anaknya akan hidup terlantar karena tanpa bimbingan seorang ibu di rumahnya. “Lalu sebagai seorang istri, bagaimana kewajiban pelayanan terhadap suami selama masa kontrak?” pungkasnya. (was)