Warta

Kasus Rusdi-Kejagung Makin Memperburuk Citra Penegak Hukum

Senin, 11 September 2006 | 13:20 WIB

Jakarta, NU Online
Gerakan Nasional Pemberantasan Koruspsi Nahdlatul Ulama (GNPK-NU) merasa prihatin dengan kondisi instansi penegakan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia, semakin tidak dapat dipercaya masyarakat, akibat berbagai masalah yang terjadi, termasuk kasus yang belakangan terjadi, yaitu kasus yang melibatkan Ketua Kajati DKI Jakarta, Rusdi Taher  dan Kejaksaan Agung.
 
“Apa yang terjadi pada Rusdi Taher dan Kejaksaan Agung semakin mencoreng nama aparat penegak hukum. Masyarakat semakin tidak percaya kepada penegak hukum. Sebenarnya masalah yang menimpa Rusdi Taher dan Kejaksaan itu kan bagian kecil saja,” kata Project Officer GNPK-NU, Sulthonul Huda di Jakarta, Senin (11/9).<>

Sulthon, demikian ia akrab disapa, mengatakan, hukum di Indonesia sangat mudah diintervensi, terutama oleh kekuatan politik. Karena itu, ia tidak heran jika terjadi perubahan vonis hukum dalam berbagai kasus besar di Indonesia. “Selama ini hukum kita masih terlalu mudah diintervensi, terutama oleh kekuatan politik,” jelasnya.
 
Korupsi, lanjutnya,  merupakan kasus yang jelas. Baginya, untuk mengetahui orang korupsi atau tidak dapat dilihat dari besar atau kecilnya gaji seseorang. Jika, apa yang diperoleh seseorang ternyata lebih besar dari apa yang dilakukan, maka dapat disimpulkan, bahwa orang bersangkutan terindikasi melakukan korupsi. “Masalah korupsi itu kan sudah jelas. Kalau ada orang hanya bergaji satu juta, kok mempunyai harta berlimpah, maka kemungkinan besar orang itu melakukan korupsi,” jelasnya.
 
Karena jeleknya kondisi instansi penegak hukum, GNPK-NU merasa pesimistis  korupsi di Indonesia bisa dibasmi. Segencar apapun gerakan kelompok masyarakat dalam melakukan kampanye anti korupsi, tidak akan menuai hasil maksimal, jika tidak didukung oleh sistem penegakan hukum yang bersih.
 
“Memang ada kegamangan dari GNPK, korupsi bisa basmi. Kelompok masyarakat GNPK itu tidak akan berhasil, jika kondisi instansi penegak hukum seperti itu. Jadi, semua tergantung kepada pemerintah,” jelas mantan aktivis PB PMII itu.
 
Apakah berarti, instansi penegak hukum  harus dirombak? Menurutnya, saat ini memang sedang ramai diperbincangkan soal perombakan kabinet. Andai Presiden SBY juga merombak tatanan instansi penegak hukum yang sudah seperti mafia, belum tentu hal itu dapat menyelesaikan masalah, karena masalah yang dihadapi dalam penegak  hukum di Indonesia sudah sangat komplek.
 
“Perombakan juga belum tentu menyelesaikan masalah. Saat ini kunci masalah ada di pemerintah. Masalah korupsi bisa ditangani dengan baik atau tidak semua tergantung keseriusan pemerintah. Kasus yang terjadi antara Rusdi Taher dan Kejaksaan yang pasti semakin membuat masyarakat tidak percaya pada aparat penegak hukum,” katanya.(mkf)