Warta

KH As’ad Ali Usul Penguatan MPR

Senin, 29 November 2010 | 08:30 WIB

Jakarta, NU Online
Menyadari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI saat ini hanya bertugas mengimplementasikan UUD NRI 1945, melantik dan memberhentikan Presiden RI, maka kewenangan dan fungsinya perlu diperkuat sebagai lembaga yang khas Indonesia.

“Saya usul posisi MPR diperkuat sebagai lembaga yang khas Indonesia. Yaitu dengan memberi fungsi mengesahkan dan menetapkan UU setelah diproses oleh DPR RI,”tandas Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali dalam seminar ‘Evaluasi atas Amandemen UUD 45’ yang digelar oleh FPPP MPR RI di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (29/11).
>
Hadir dalam seminar itu adalah Sulastomo, Deddy Ismatullah, Irgan Chaeril Mahfidz (Sekjen DPP PPP), A. Yani, Chozin Chumaidi, Barlianta Harahap dan Titi Qadarsih.

Penguatan fungsi itu lanjut As’ad Said Ali, menjadi penting agar setiap UU adalah merupakan produk kolektif bangsa, sehingga arah Negara tetap terjaga pada koridor konstitusionalnya dan tercegah dari kemungkinan pembajakan.

“Itu secara tidak langsung sekaligus untuk back up terhadap perubahan system pertanggungjawaban Presiden langsung kepada rakyat yang sesungguhnya dipersyaratkan kuatnya sistem pertanggungjawaban partai terhadap pemilih atau rakyatnya,” tutur As’ad.

Selain itu menurut As’ad ada baiknya dalam MPR diperkuat oleh utusan golongan yang diangkat untuk mewakili kekuatan-kekuatan dalam masyarakat yang memiliki kepentingan spesifik dan tidak bisa direpresentasikan oleh partai maupun DPD, sehingga MPR mencerminkan kolektifitas bangsa. Tapi, jumlahnya tidak melebihi batas yang ditolerir prinsip demokrasi.

Itu penting, karena DPR sebagai pemegang satu-satunya legislasi (RUU) dan eksekutif yang juga diberi hak untuk mengajukan RUU, maka system demikian ini kata As’ad Ali, membuka peluang terjadinya kolusi antara keduanya.
Apalagi jika pemenang pemilu legislatif dan pilpres oleh partai yang sama dan parpol besar itu berkoalisi dengan parpol pemenang.

“Sistem itulah yang rawan terhadap usaha pembajakan oleh pihak-pihak tertentu dengan kepentingan ideologis dan politiknya. Sedangkan di Amerika dengan sistem presidensil, ternyata pemerintah tidak diberi hak mengajukan RUU, meski tetap memiliki hak veto,” ujar As’ad Ali lagi.(amf)