Warta

KPI, MUI dan Depkominfo Berencana Bentuk Lembaga Rating TV Alternatif

Kamis, 27 September 2007 | 04:52 WIB

Jakarta, NU Online
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Depkominfo berencana akan membentuk lembaga rating siaran televisi alternatif yang selama ini hanya dilakukan oleh lembaga rating AC Nielsen.

"KPI bersama dengan lembaga penyiaran, MUI dan bersama Kominfo, Insya Allah kita akan merencanakan untuk bisa membuat atau menawarkan adanya satu lembaga rating yang bisa menjadi alternatif," kata Wakil Ketua KPI Fetty Fajriati Miftach didampingi oleh Kepala Badan Informasi Publik (BIP) Depkominfo Suprawoto, Ketua MUI Amidhan, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Said Budairy dan  Ketua Umum Aliansi Masyarakat Anti-Pornografi Hj. Yuniwati Maschjun Sofwan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

<>

Fetty mengatakan pembentukan lembaga rating TV alternatif ini bertujuan agar penilaian terhadap suatu program acara bisa dilakukan secara obyektif, kuantitatif sekaligus kualitatif karena selama ini rating yang dilakukan oleh AC Nielsen hanya dilakukan secara kuantitatif.

"Penilaian ratingnya tidak hanya kuantitatif berdasarkan banyaknya jumlah penonton dan berdasarkan banyaknya channel yang pemirsa di rumah, tapi lebih rating yang lebih didasarkan kualitas suatu program," lanjut Fetty.

Sehingga nantinya, jelas Wakil Ketua KPI Pusat itu, rumah produksi yang membuat suatu tayangan kepada stasiun televisi akan membuat program yang kualitasnya ditentukan oleh lembaga tersebut, suatu program televisi sudah dianalisa berdasarkan kualitasnya maka diharapkan PH bisa berlomba-lomba membuat program yang jenisnya atau kualitasnya sama dengan rating yang diberikan oleh lembaga rating alternatif tersebut.

Fetty mengeluhkan metode rating AC Nielsen yang lebih mementingkan kuantatif tayangan daripada kualitatif sehingga program yang mempunyai rating tinggi belum tentu merupakan tayangan yang baik sesuai dengan norma, aturan dan agama.

Dalam kesempatan yang sama,  Ketua MUI Amidhan mengatakan harus dibuat peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah rating tayangan televisi agar masyarakat dapat terlindungi dari efek buruk tayangan televisi.

"Harus ada aturan dari undang-undang yang mengatur mekanisme rating bagaimana sehingga bisa obyektif sedemikian rupa sehingga jangan sampai tayangan negatif dapat dinilai tinggi," kata Amidhan.

Sedangkan Kepala Badan Informasi Publik Depkominfo  Suprawoto mengatakan pihaknya telah bekerjasama dengan Fakultas Komunikasi dari beberapa perguruan tinggi untuk menkaji masalah lembaga rating alternatif.

"Kita sudah bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi yang mempunyai fakuiltas komunikasi, terutama dengan Pasca Sarjana Fakultas Komunikasi Universitas Indonesia," kata Suprawoto. Dia menargetkan lembaga ini dapat terbentuk dan beroperasi pada awal 2008 nanti. (ant/mad)