Warta

Kunci Konflik PKB Ada pada Kiai

Selasa, 23 Agustus 2005 | 02:33 WIB

Surabaya, NU Online
Pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Kacung Maridjan MA, berpendapat kunci konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ada di tangan para kiai atau ulama.

"Kuncinya terletak pada kiai, apakah para kiai itu membuka diri atau merasa menang sendiri," kata kandidat doktor di Australian National University (ANU) itu di Surabaya, Senin.

<>

Menurut pengamat NU itu, jika para kiai membuka diri tentu akan mengembalikan penyelesaian persoalan kepada tradisi atau kultur NU yakni para kiai melakukan silaturrahmi antar kiai dari kedua pihak.

"Tapi, kalau merasa menang sendiri, maka para kiai dapat saja memakai alasan hukum saat pertama kali ada konflik dan setelah kalah secara hukum di pengadilan maka dapat mencari alasan moral, dan seterusnya," katanya.

Dosen Fisip Unair Surabaya itu menilai konflik di tubuh partai yang kelahirannya dibidani PBNU itu sebenarnya dipicu dari konflik elit partai di Jakarta, bukan konflik kiai.

Namun, katanya, para elit PKB telah menyeret para kiai berpengaruh untuk masuk ke dalam pusaran konflik dan hal itu tak disadari para kiai yang sebenarnya tak terlalu politis itu.

"Para kiai itu sebenarnya hanya dijadikan semacam ’cantolan’ yang dibawa-bawa para elit partai. Seharusnya, para kiai itu tak ikut-ikut, tapi justru menjadi ’jembatan’ antar elit yang konflik," katanya.

Ia menyatakan terseretnya sejumlah nama kiai berpengaruh ke dalam pusaran konflik politik itu bukan tanpa dampak, karena dampak yang akan terlihat adalah menurunnya kepercayaan masyarakat atau kredibilitas kiai.

"Sebagai panutan umat, para kiai seharusnya mempu menyelesaikan konflik secara cantik sesuai kultur NU yang suka bersilaturrahmi, meski nama dan kebesarannya yang jadi pertaruhan," katanya.

Oleh karena itu, sebelum ada putusan MA diharapkan agar para kiai dari kedua pihak menjalin silaturrahmi untuk membuat komitmen dan konsesi-konsesi atas keputusan MA.

"Tanpa peran kiai seperti itu, saya kira konflik di PKB tidak akan selesai, terbukti mereka yang sebelumnya berjanji akan menerima apa pun keputusan pengadilan ’kan nggak menerima, karena komitmen bersama dan konsensi belum dibuat," katanya.

Senada dengan itu, pengamat politik Unair Surabaya lainnya Muhammad Asfar MSi menilai kompetisi pemilihan presiden pada tahun lalu berpengaruh pada konflik PKB kali ini.

"Konflik itu bukan hanya konflik politik, tapi juga konflik hubungan personal, sebab ada kiai yang merasa tak dihargai dan tak dihormati. Artinya, ada kepentingan politik beberapa kiai, selain dukungan kepada Alwi," katanya.

Oleh karena itu, islah akan sangat susah jika MA belum membuat keputusan final. "Menurut saya, para kiai itu sangat mudah dikompromi, karena sebetulnya mereka tak pernah melakukan aksi," katanya.(ant/mkf)