Warta

Nahdlatul Ulama Perlu Turun Tangan Atasi Problem Petani Tembakau

Ahad, 20 November 2011 | 09:00 WIB

Malang, NU Online
Penetrasi internasional terhadap petani tembakau di Indonesia sangat kuat dan telah membuat Pemerintah semakin kebingungan dan lemah. Dibutuhkan kepedulian dan keseriusan masyarakat luas untuk memberikan kekuatan kepada Pemerintah agar tidak ragu memihak kepentingan petani tembakau.

"Ini bermula dari masuknya IMF saat krisis moneter 1998. Namun saat itu Pemerintah berani menentang IMF setelah ada protes besar-besaran ribuan petani tembakau, akhirnya Pemerintah berani melahirkan PP No 19 Tahun 2003," kata AS Murdiyati dari Badan Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Kementerian Pertanian, saat presentasi dalam Diskusi Hasil Riset tentang Kesejahteraan Petani Tembakau di STAINU Kabupaten Malang, Ahad (2011).
<>
Menurut Murdiyati, saat ini adalah momentum tepat petani tembakau melakukan protes keras atas ketidakadilan yang tercermin dari berbagai regulasi dan kebijakan yang mengancam kelangsungan petani tembakau.

"Mungkin Nahdlatul Ulama bisa membantu petani tembakau melakukan protes, kan mayoritas petani tembakau warga NU," ujar Murdiyati.

Pada kesempatan yang sama, KH Muhammad Maksum Mahfoedz, Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengatakan bahwa kezaliman terhadap kaum petani perlu dihentikan. Salah satu kezaliman yang nyata terhadap petani tembakau adalah kampanye kesehatan yang masuk ke ranah kehidupan petani tembakau.

"Saya dukung kampanye hidup sehat, tapi itu menjadi zalim kalau malah menghancurkan petani tembakau. Saya akan sampaikan persoalan petani tembakau ini kepada PBNU," tegas Maksum.

Sementara itu Andi Rahman Alamsyah, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) mengatakan bahwa keberpihakan Pemerintah terhadap petani memang lemah mengingat paradigma pembangunan Indonesia yang memntingkan pertumbuhan industri.

"Pendahulu kita terlalu percaya bahwa pertumbuhan industri itu akan memperkuat perekonomian nasional. Padahal kenyataannya sektor pertanian itu mayoritas di Indonesia sehingga tidak mungkin memperkuat perekonomian nasional dengan cara menyisihkan sektor pertanian," tambah Andi Rahman Alamsyah.

 


Penulis : Emha Nabil Haroen