Warta

NU Bela Iran, AS Tawari Kerja Sama

Kamis, 22 Maret 2007 | 11:46 WIB

Jakarta, NU Online
Langkah Nahdlatul Ulama (NU) dalam upaya peredaan krisis di Timur Tengah, terutama pembelaan terhadap program nuklir Iran, tampaknya menjadi perhatian serius Amerika Serikat (AS). AS, melalui Kuasa Usaha Duta Besarnya di Indonesia, mencoba menawarkan kepada NU kerja sama bidang pendidikan dan manajemen.

Tawaran kerja sama itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar NU Dr KH Hasyim Muzadi usai menerima kunjungan Kuasa Usaha atau Wakil Duta Besar AS untuk Indonesia John A Heffern di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (21/3)

<>

“Tentu saya menyambut baik tawaran kerja sama itu. Tapi saya katakan (kepada John A Heffern, Red) bahwa NU tidak bekerja untuk Iran, tidak bekerja untuk AS, Saudi Arabia atau lainnya. Tapi untuk agama, bangsa, kemanusiaan, perdamaian dan keadilan,” terang Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion for Peace.

Dijelaskan Hasyim, pembelaan NU terhadap program nuklir Iran karena hal tersebut merupakan hak bangsa Iran sendiri. Sebagaimana juga menjadi hak bangsa-bangsa lain di dunia, tentu tidak tepat untuk menghalang-halangi Iran atas pengayaan uraniumnya. “Ini masalah ketidakpercayaan saja. Toh banyak negara-negara lain yang juga punya nuklir,” pungkasnya.

Penegasan tersebut, katanya, sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman atas sikap NU selama ini yang cenderung berseberangan dengan AS. Demikian juga kepada AS, Hasyim meminta untuk tidak memahami langkah tersebut sebagai bentuk memusuhi AS. “NU hanya memusuhi kekerasan, ketidakadilan,” tandasnya.

Dalam hal upaya membantu peredaan konflik antarsekte Islam di Timur Tengah, menurutnya, NU pada dasarnya tidak bertujuan menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas. Tetapi setidaknya ada penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya yang terjadi.

“NU tidak berpretensi menyelesaikan persoalan Timur Tengah sepenuhnya. Karena itu banyak faktor; politik, kekuasaan, dendam masa lalu, intelijen, dan lain-lain. Tapi paling tidak kita bisa mengurai permasalahan yang sebenarnya,” ungkap Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Sholars itu.

Selama ini, imbuhnya, isu agama yang selalu diseret-seret ke wilayah konflik. Sehingga muncul kesan seakan-akan agamalah yang melatarbelakangi konflik dan perang terjadi selama ini. Agama selalu dinilai sebagai biang dari konflik dan tindakan kekerasan tersebut.

Sebagaimana diketahui, pada 2-3 April mendatang, akan berlangsung pertemuan sekitar 20 ulama sedunia untuk membahas upaya peredaan krisis di Timur Tengah akibat konflik antaraliran Islam yang berkepanjangan. Pertemuan yang digagas PBNU dan diselenggarakan pemerintah itu akan digelar di Istana Bogor, Jawa Barat.

“Berhasil atau tidak peredaan ketegangan di Timur Tengah, itu urusan kedua. Keberhasilan itu mesti melalui proses panjang. Tetapi paling tidak, kita tidak tinggal diam melihat persoalan itu,” tegas Hasyim menambahkan. (rif)