Warta

PB Kopri Peringati Hari Perempuan Internasional

Jumat, 10 Maret 2006 | 13:35 WIB

Jakarta, NU Online
Menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada hari Rabu, 8 Maret, Pengurus Besar (PB) Korp PMII Putri (Kopri) akan menggelar aksi damai di Jakarta bersama 38 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dalam aksi tersebut, PB Kopri akan mengusung isu penolakan pemiskinan terhadap perempuan.

“Memperingati hari perempuan internasional, PB Kapri akan aksi. Kita tidak sendiri, karena 38 LSM yang juga akan turun ke jalan bersama kami,” kata Ketua Umum PB Kopri Ai Maryati As Shalihah kepada NU Online di Graha Mahbub Junaidi Jalan Salemba Tengah, Senin (6/3) lalu.

<>

PB Kopri dan aktivis LSM lainya akan membawa sejumlah tuntutan terhadap pemerintahan SBY-JK dan DPR. Isu besar yang menjadi tuntutan PB Kopri adalah soal pemiskinan terhadap kaum perempuan. ”Kami meminta kepada pemerintah dan DPR untuk memperhatikan kaum perempuan. Karena selama ini, dari sisi ekonomi, politik, sosial dan budaya, perempuan sesalu terabaikan,” tutur perempuan asal Cianjur, Jawa Barat ini.

Ai,demikian ia biasa dipanggil, mengatakan, kaum perempuan terutama di Indonesia  selalu menjadi korban ketidakadilan. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang menjadi tenaga kerja di luar negeri adalah fakta yang tidak terbantahkan. Parahnya, pemerintah selama ini terlihat lemah dalam melindungi perempuan yang menjadi tenaga kerja di mancanegara. ”Jangan sampai perepuan selalu menjadi korban ketidakadilan,” ungkapnya.

Perlindungan pemerintah terhadap TKW, lanjut Ai, selama ini belum diatur dalam undang-undang. Karena itu, PB Kopri meminta kepada pemerintah dan DPR untuk memasukan masalah perlindungan TKW masuk dalam undang-undang. ”Selama ini kan tidak ada aturannya”, jelasnya

PB Kopri juga meminta kepada pemerintah untuk pendidikan yang matang dan menyeluruh terhadap para TKW yang akan dikirim ke luar negeri. Pendidikan yang dimaksud salah satunya adalah pengetahuan seputar cara-cara membebaskan diri saat TKW mendapat penyiksaan dan pemerkosaan atau jenis tindak kekerasan lainnya.

”Banyak TKW yang menjadi korban kekerasan, tapi mereka tidak tahu harus mengadu ke mana. Ini pertanda bahwa pendidikan terhadap TKW selama ini masih rendah. Pemerintah harus memperhatikan hal itu,” katanya. (rif)