Warta

PBNU: Pembubaran Ahmadiyah Sulit di Zaman Reformasi

Kamis, 19 Juni 2008 | 10:55 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai, upaya pembubaran Ahmadiyah sulit dilakukan di zaman reformasi seperti saat ini. Namun, langkah pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penghentian segala kegiatan keagamaan Ahmadiyah, menurutnya, sudah baik.

"Kalau ditarik domain (wewenang) pemerintah, SKB itu sudah baik. Karena bubar atau tidak, di zaman reformasi ini sulit, bisa saja muncul dengan nama lain," kata Hasyim usai menjenguk  mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (18/6).<>

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu kembali menegaskan bahwa masalah Ahmadiyah bukanlah perkara kebebasan beragama. Melainkan penodaan dan pelecehan terhadap agama tertentu, dalam hal ini, Islam. Sebab, Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad.

Sebelumnya, PBNU menyatakan siap membimbing para pengikut Ahmadiyah agar dapat kembali pada ajaran Islam yang benar. Hal tersebut dilakukan juga untuk mencegah makin meluasnya paham aliran yang telah difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia itu.

"Khusus pencegahan, NU bersedia mengambil porsi dari sisi dakwahnya. Sebab, keyakinan tidak mungkin dihilangkan dengan kekerasan, tapi dilakukan dengan dakwah yang bijak," ujar Hasyim di Jakarta, Rabu (11/6) lalu.

Para kiai dan ulama NU, katanya, juga bersedia menjalankan tugas tersebut. Pasalnya, ia meyakini, hanya dengan cara dakwah yang bijak dan tanpa kekerasan seperti itulah, diharapkan para pengikut Ahmadiyah bisa kembali pada akidah Islam yang benar.

Hasyim juga mengakui bahwa Pancasila memang menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia dalam beragama. Namun, dasar negara itu jelas tak memberikan kebebasan bagi kelompok atau pihak-pihak tertentu untuk menodai atau melecehkan agama lain.

Karena itu, kata Hasyim, berkaitan dengan perkara Ahmadiyah, sebaiknya tidak dihubung-hubungkan dengan Pancasila. “Pancasila, dalam kasus Ahmadiyah sulit direlevansikan, karena Pancasila memberi kebebasan kepada setiap warga negara untuk beragama dan berkeyakinan. Tapi, sama sekali tidak memberi kebebasan untuk menodai salah satu agama yang diyakini sah di Indonesia," jelasnya.

Pemerintah, sebagai penyelenggara negara, kata Hasyim, harus mencegah setiap gerakan yang berupaya menodai agama tertentu. Demikian juga pada kasus Ahmadiyah, pemerintah wajib mencegah setiap upaya penyebaran atau pengembangan aliran itu. (rif)