Warta

Pembangunan Supermarket Harus Segera Dibatasi

Jumat, 9 September 2005 | 05:57 WIB

Jakarta, NU Online

Indonesia saat ini benar-benar telah menjadi negara kapitalis yang menggunakan system ekonomi neo liberal, bahkan lebih liberal dari negara kapitalis manapun, buktinya persaingan usaha dibiarkan liar saling menerkam, tanpa sedikitpun undang-undang atau aturan yang bisa dijaadikan pegangan.

Terbukti saat ini super market bahkan hypermarket berkembang disemua sudut kota, bahkan memasuki desa-desa di pinggiran. Pihak pemerintah daerah, Dinas perdagangan atau departemen koperasi, apalagi asosiasi ritail, sama sekali tidak bereaksi dengan kejadian yang membunuh ekonomi rakyat ini. Percuma saja kredit usaha kecil menengah dikucurkan kalau kemudian usaaha rakyat kecil dibairkan diterkam oleh gurita raksasa.

<>


Pertarungan antara dua hypermaket raksasa Carrefour dan Giant saat ini telah merusak system pasar, sebab harga jual dibanting, batas waktu dilanggar, akhirnya banyak usaha kelontong yang surut mendadak, sebab kebutuhan rumah tangga dibeli di sana karena hargany sangat miring.

Untung belakangan ini muncul teriakan dari   Dewan Pimpinan Pusat Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia meminta pemerintah daerah agar segera membatasi izin pembangunan hypermarket, plaza, mal dan sejenisnya. Keberadaan hypermarket saat ini benar-benar mematikan usaha kecil diwilayah sekitarnya.


“Kami juga berharap pemerintah daerah tingkat I dan II diseluruh Indonesia segera merenovasi dan membangun pasar-pasar tradisional yang kondisinya saat ini rusak dan sudah tidak layak lagi digunakan,” kata ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia (KUKMI) Azwir Dainy Tara kepada wartawan.

Sebagai tindak lanjutnya Azwir meminta kepada Bank Indonesia (BI) dengan otoritasnya membatasi bank-bank BUMN memberikan kredit property, apartemen,dan gedung mewah, serta kredit-kredit berisfat konsumtif lainya karena hal itu cenderung memicu inflasi. Sebaliknya, KUKMI mengharapkan sektor UKM dan koperasi mendapatkan fasilitas kredit dari pemerintah serta perbankan dengan prosedur dan bunga murah.
Selanjutnya ia mengusulkan agar  proyek Anggaran Pendapatan Proyek Belanja Negara dan daerah, serta bantuan luar negeri, pemerintah diharapkan lebih mengutamakan sektor usaha kecil menengah dan koperasi.

 Pemerintah diharapkan bisa memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada usaha kecil menengah  dan koperasi dalam jasa kontruksi dan pengadaan kebutuhan pemerintah, baik dipusat maupun didaerah, tanpa melalui proses tender. Terutama untuk proyek dengan nilai dibawah Rp 1 Miliyar.

Semua itu bisa berjalan jika pemerintah menyiapkan Undang-undang (UU) yang memperjelas porsi peran antara usaha mikro,usaha kecil menengah, dan BUMN, serta memperjuangkan UKM agar mendapat porsi dalam UU Perbankan Indonesia.
Oleh sebab itu, Kementrian Koperasi dan UKM harus diberi otoritas untuk mengelola  dana progam untuk usaha kecil dan menengah dan koperasi.

Kalangan aktivis yang bergerak di sektor pemberdayaan menghendaki agar pemerintah lebih gigih memperhatikan ekonomi rakyat, agar tidak terbeban oleh berbagai subsisdi sebab dengan memiliki kemapuan usaha rakyat akan mandiri dan punya daya beli yang tingi. Pemerintah tetap harus memegang kebijakan ekonomi, dan mengarahkan keberpihakannya pada rakyat dan usaha nasional, sebab bila system ekonomi liberal yang liar itu dibiarkan, tidak hanya rakyat yang menderita, tetapi negara juga akan bangkrut digerogoti oleh usaha swasta asing. (jang dari berbagai sumber)