Nasional

Akademisi Ungkap Profesi Petani Makin Tak Menarik bagi Generasi Muda, Ini Penyebabnya

Rabu, 25 September 2024 | 14:00 WIB

Akademisi Ungkap Profesi Petani Makin Tak Menarik bagi Generasi Muda, Ini Penyebabnya

Seorang pengemudi traktor sewaan sedang membajak sawah milik petani di Pati Jawa Tengah, sebelum memasuki musim tanam padi Rabu (25/9/2024). (Foto: NU Online/Solkan)

Jakarta, NU Online

Akademisi yang juga Dosen Teknik Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Syifa’ Robbani mengungkapkan bahwa profesi petani semakin tidak menarik bagi generasi muda. Mereka lebih memilih bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan dari segi ekonomi dan stabilitas pekerjaan.


Ia menilai, minimnya modernisasi dalam sektor pertanian juga mengakibatkan profesi petani dianggap penuh risiko dan berpenghasilan rendah.


“Jika kondisi ini tidak segera diatasi, kita bisa menghadapi krisis regenerasi petani, di mana semakin sedikit orang yang mau dan mampu bertani di masa depan,” ungkapanya saat dihubungi NU Online, pada Selasa (24/9/2024).


Hal ini diperparah harga pupuk, pestisida, teknologi dan bahan input pertanian lainnya semakin mahal sedangkan hasil panen petani dihargai rendah karena suplainya tidak seimbang dengan permintaan pasar. Ia mengatakan, perlindungan dan penghargaan dari negara kepada petani sangatlah rendah


“Petani seringkali harus menjual produk mereka dengan harga rendah karena tidak adanya regulasi yang menjamin harga minimum yang layak,” terangnya.


Menanggapi hal itu, petani asal Pati, Jawa Tengah, Suparman mengatakan bahwa ia memilih menjadi petani karena orang tuanya dulu seorang petani.


Sewaktu muda dulu, ia merantau menjadi buruh pabrik di Banjarmasin, Kalimantan Selatan hingga akhirnya berhasil menabung uang untuk dibelikan sawah.


“Kalau nggak saya sendiri siapa yang mau menggarap (sawah)? Ya (beli sawah) yang mengarahkan mertua saya dan dia yang membelikan sawah. Niat saya investasi di masa tua,” jelasnya saat diwawancarai langsung NU Online, pada Rabu (25/9/2024).


Ia tidak merisaukan anak-anaknya yang memilih untuk tidak menjadi petani. Bahkan, ia medukung keputusan anak-anaknya untuk bekerja sesuai bidangnya masing-masing.


Menurutnya, anak-anak sekarang tidak akan mau bekerja beralaskan bumi dan beratapkan langit, apalagi dengan penghasilan kecil. Lebih-lebih yang hanya punya luas sawah kecil, hanya sewa sawah, atau bahkan buruh tani. Penghasilannya hanya cukup untuk biaya hidup, itu pun serba kekurangan.


“Karena petani (kalau) ada inflasi, (penghasilannya) tidak bisa mengikuti inflasi. Sejak dulu-dulu (harga padi) ya segitu-gitu saja. Apalagi untuk menyekolahkan anak, untuk sakunya. Rata-rata tidak mampu menguliahkan anak,” ujar Suparman.


Sementara itu, berbeda dengan kebanyakan generasi muda Indonesia, seorang Ibu muda asal asal Pati yang enggan disebut nama aslinya menyebut ketertarikannya terhadap profesi petani. Ia merasa bersyukur kedua orang tuanya merupakan seorang petani.


Ia menjelaskan, kedua orang tuanya meskipun berprofesi sebagai petani tetapi tetap punya etos kerja yang tinggi. Berapapun penghasilan dari bertani, selalu disyukuri.


“Kalau dihitung secara materil, bertani nggak begitu menguntungkan bagi kedua orang tuaku. Tapi melihat mereka bertani setiap hari tanpa mengeluh, aku merasa senang karena mereka bisa menikmati pekerjaannya dengan baik,” ujarnya saat dihubungi NU Online pada Rabu (25/9/2024).


“Bertani itu kayak healing, orang tuaku selalu bercerita tentang proses bertaninya,” tambahnya.


Perempuan alumnus jurusan Sastra Indonesia Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menegaskan, apabila suatu saat nanti ia mempunyai kesempatan, minimal di pekarangan rumah atau jika beruntung membeli lahan pertanian sendiri, ia akan memutuskan bertani.


“Menurutku, petani itu profesi yang mulia. Sebenarnya aku pengin bertani sejak SMP, karena sejak SMP nggak di rumah (karena mengontrak kos di luar kecamatan untuk sekolah) dan sampai sekarang belum ada pemahaman yang baik tentang bertani. Berhubung sekarang sudah berumah tangga dan nggak punya lahan pertanian, keinginan jadi petani kuurungkan dulu,” ujarnya.