Warta

Pendidikan di Indonesia Tengah Alami Revolusi

Selasa, 20 Maret 2007 | 13:43 WIB

Jakarta, NU Online
Amanat Undang-undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mewajibkan pengalokasian anggaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20 persen telah memicu revolusi di bidang pendidikan nasional. Dalam tiga tahun, terjadi peningkatan anggaran sebanyak dua kali lipat.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas Bambang Wasito Adi menjelaskan pada tahun 2004 anggaran pendidikan kurang dari 17 triliun dan meningkat menjadi 26 triliun pada tahun 2005. Tahun 2006 meningkat lagi menjadi 36 triliun dan tahun ini menjadi 43 triliun.

Meskip<>un terdapat peningkatan anggaran yang luar biasa, namun masih dibutuhkan proses yang panjang untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas guru, sarana dan prasarana, sampai dengan akses pada materi bagi siswa masih menjadi kendala.

“Sekarang peningkatan mutu sudah tidak bisa main-main, ini menjadi PR besar,” tuturnya dalam diskusi di NU Online, Selasa (20/3).

Dicontohkannya saat ini baru 30 persen guru yang memenuhi syarat untuk mengajar. Bagi mereka yang belum memenuhi kualifikasi, diwajibkan untuk bersekoah lagi sampai dengan S1 dan diberi kesempatan sampai tahun 2010.

“Ini merupakan pekerjaan maha besar bagaimana mendidik kembali 1.8 juta guru. Kalau dari rasio antara guru dan murid sudah memadai, namun kualifikasinya yang belum memenuhi syarat,” imbuhnya.

Saat ini fokus pendidikan nasional adalah penuntasan program wajib belajar 9 tahun yang diharapkan selesai tahun 2008 mendatang. Angka partisipasi SD sudah mencapai 92 persen sedangkan SMP 91 persen. “Kita targetkan sampai 95 persen dan ini kita anggap sukses karena di negara maju pun tetap ada anak yang tidak bersekolah dengan berbagai alasan,” tandasnya.

Perubahan Kurikulum adalah Biasa

Bambang yang juga mantan syuriah PCI NU United Kingdom tersebut bertutur bahwa perubahan kurikulum sebenarnya merupakan hal biasa yang tak perlu diributkan. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

“Ketika terdapat perkembangan teknologi informasi yang baru, tentu saja kita menyesuaikan. Di negera lain tidak ada keributan karena perubahan kurikulum,” paparnya.

Perubahan kurikulum di Indonesia sering dikeluhkan karena setiap ganti menteri, selalu terdapat kurikulum baru. Setelah pencanangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), kini mendiknas yang baru mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTS). Kebingungan sering terjadi karena saat sosialisasi belum sempurna, sudah terdapat perubahan kurikulum baru yang akhirnya membuat bingung para pendidik. (mkf)