Warta

Perlu Terobosan Baru dalam Bahtsul Masa’il

Jumat, 11 Mei 2007 | 09:31 WIB

Jakarta, NU Online
Bahtsul masa’il sebagai forum utama dalam sistem pengambilan keputusan hukum Islam di lingkungan Nahdlatul Ulama diharapkan mampu menciptakan terobosan untuk mengatasi problem umat. Paradigma lama yang melulu “halal-haram” saat ini dinilai kurang memberikan solusi atas berbagai problem yang dihadapi umat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Masykuri Abdillah, di kantor PBNU, Kamis (10/5), dalam rapat persiapan acara “Bahtsul Masail dan Rapat Kerja Nasional dan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU” yang akan diadakan di Jakarta akhir Juli 2007 Mendatang.

<>

“Kita perlu Perlu diciptakan defini definisi baru. Misalnya kita tidak hanya merumuskan halal-haram tapi memilih mana yang paling tepat untuk mengatasi persoalan,” kata Masykuri Abdillah saat rapat membahas masa’il diniyah waqiiyyah atau persoalan hukum yang akan dibahas dalam bahtsul masail nanti.

Rais Syuriyah PBNU KH Masyhuri Naim menolak gagasan itu. Menurutnya, masail diniyah waqiiyyah hanya berkaitan dengan persolan hukum halal dan haram. “Kalau nanti ada persoalan bagaimana sikap kita menghadapi satu kondisi ya itu akan kita munculkan dalam rekomendasi,” katanya.

Masykuri Abdillah menyarankan agar keputusan bahtsul masail tidak dipisahkan dari rekomendasi. “Toh hasil bahtsul masail waqiiyyah juga akan direkomendasikan,” katanya.

Rapat pembahasan masa’il diniyah waqiiyyah akhirnya menyepakati enam persoalan yang akan diangkat dalam bahtsul masail yakni perceraian via telepon dan layanan pesan singkat (SMS), visualisasi Al-Qur’an, vasktomi dan tubektome, mempekerjakan anak di bawah umur, multi level marketing (MLM) dan gaji TKI ilegal.

Sementara beberapa masalah yang diajukan seperti sikap umat Islam dalam menghadapi musibah, soal berita kriminal dan tayangan mistik tidak diterima sebagai masail diniyah waqiiyah. Rapat menyepakati pendapat Kiai Masyhuri Naim soal definisi diniyah waqi’iyyah.

Masih Rancu

Selain masil diniyah waqiiyyah, dalam bahtsul masail terdapat dua pembahasan masalah yakni masail maudluiyyah terkait dengan beberapa tema umum yang dianggap penting dan qununiyah yang berkaitan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku di Indonesia.

Rencananya, masail maudluiyyah yang dipilih dalam bahtsul masail nanti adalah seputar harakah nahdliyah atau gerakan ke-NU-an sebagai kelanjutan dari pembahasan fikrah nahdliyah atau landasan berfikir nahdliyyin yang dibahas pada Munas Alim Ulama di Surabaya tahun lalu. Selain itu juga bahtsul masail juga akan membahas pemaknaan baru tentang tetangga dalam konsep fikih terutama terkait dengan masalah hak.

Sementara masail qonuniyah yang dipilih kali ini adalah tentang undang-undang permodalan, ektradisi Singapura, dan amandemen UUD 1945.

Namun, menurut Masykuri Abdillah, masih banyak yang rancu dalam pembagian tiga model masalah dalam bahtsul masail itu. “Qonuniyah misalnya, itu mestinya tercakup dalam masail waqi’iyyah,” kata guru besar UIN Jakarta itu.(nam)