Warta

Pertahankan Kedaulatan Pangan!

Kamis, 17 Januari 2008 | 05:01 WIB

Jakarta, NU Online
Kedaulatan pangan harus dipertahankan. Negara super kaya seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa saja menerapkan hukum besi jika sudah berurusan dengan soal pangan, namun itu justru tidak terjadi di negara miskin seperti Indonesia.

Sejumlah pakar ekonomi di Jakarta, Rabu (16/1) menilai, pemerintah tidak sungguh-sungguh mengembangkan sektor pertanian di tanah air sehingga harus tergantung impor untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat.<>

Penilaian tersebut dikemukakan oleh Rizal Ramli, HS Dillon Rizal Ramli dan Hendri Saparini di sela pemaparan Ekonomi Indonesia 2008 oleh Econit Advisory Group Jakarta, menyusul terjadinya lonjakan harga kedelai.

Ekonom Rizal Ramli mengatakan, masalah pokok berkaitan dengan harga kedelai yang meningkat akhir-akhir ini adalah jumlah produksi kedelai dalam negeri yang tidak mencukupi.

"Solusinya ya produksi kedelai harus lebih banyak lagi supaya ada kedaulatan ekonomi dalam bidang pangan," kata Rizal Ramli yang mantan Menko Perekonomian RI tersebut.

Menurut Rizal, penurunan bea masuk (BM) impor kedelai hanya solusi jangka pendek, dan dalam jangka panjang seharusnya justru dinaikkan agar petani dalam negeri memperoleh manfaat dari menanam kedelai.

Indonesia harus menerapkan hukum besi untuk menyelamatkan sektor pertanian Indonesia, sebagaimana juga diterapkan di negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. "Kedaulatan pangan harus dipertahankan, " serunya.

Hendri Saparini menambahkan, pemerintah tidak perlu hawatir dengan penerapan besi untuk memertahankan kedaulatan pangan Indonesia.

"Negara-negara barat yang paling liberal pun, kalau sudah menyangkut pangan, pemerintahnya akan turun tangan. Jadi tidak sepenuhnya diserahkan kepada pihak swasta," kata Hendri.

Menurutnya, kemelut yang melanda industri tahu tempe akibat lonjakan harga kedelai akhir-akhir ini seharusnya tidak terjadi di Indonesia, negara agraris yang 70 persen warganya adalah petani.

Bahkan dengan nada lebih keras lagi, mengomentari terjadinya lonjakan harga kedelai akhir-akhir ini, HS Dillon menyebutkan, hal itu mencerminkan wajah buruk pemerintahan Presiden Susilo B Yudhoyono dan Wapres M. Jusuf Kalla yang kurang berpihak pada rakyat.

Padahal, menurut dia, beberapa tahun lalu pemerintah telah mencanangkan program pembangunan sektor pertanian yang juga disaksikan oleh para dubes negara-negara sahabat.

"Namun dalam pelaksanaannya tampak seperti tak sungguh-sungguh, di mana petani kesulitan mendapatkan bibit bersubsidi, sementara pupuk bersubsidi bukan ditujukan kepada petani tetapi kepada produsen pabrik," katanya.

Menurut Dillon, para petani maupun buruh tani di Indonesia saat ini juga tampak seperti kehilangan harapan untuk terus melakukan usaha pengembangan tanaman pangan termasuk kedelai.

"Karena itu diperlukan perangkat insentif terutama dari sisi harga. Petani akan memiliki harapan jika pada saatnya nanti usaha yang dilakukan memberikan hasil," kata Dillon yang menjabat Penasehat Senior Pusat Kebijakan Studi Pertanian. (ant/han)