Warta

Pesantren Istikomah Jaga bahasa Ibu II

Jumat, 24 Februari 2012 | 04:16 WIB

Jakarta, NU Online
Pesantren adalah di antara sedikit institusi yang ada di masyarakat yang menggerakkan dan merawat bahasa ibu. Pesantren merawatnya dengan bahasa lisan sebagai pengantar juga dalam bahasa tulis sebagai karya. 

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Sekretaris PBNU  Abdul Mun’im DZ, di gedung PBNU, Rabu, (22/2), ketika ditemui NU Online terkait pesantren dan penggunaan bahasa ibu para santri.

<>

“Misalnya bahasa Jawa itu. Sekarang kan tidak ada pendidikan resmi yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar, kecuali pesantren. Kemudian pesantren di Sasak menggunakan bahasa lokal Sasak, di Minang menggunakan bahasa Minang, di Madura, di Sunda, di Bugis. Semua menggunakan bahasa lokal masing-masing,” ujarnya.

Abdul Mun’im melanjutkan, hal itu disebabkan pesantren sangat sadar bahwa pikiran bisa diungkap dengan baik hanya dengan bahasa ibu. Orang yang bisa bahasa Arab atau Inggris tidak akan bisa menyampaikan perasaaan sedalam dan seintensif bahasa ibu.

Selain itu, kata Mun'im, menjaga bahasa ibu adalah seruan agama. “Kan ada tuh, Rasulullah menganjurkan dakwah dengan lisan kaumnya. Para kiai juga dakwah dengan lisan kaumnya. Bilisani qaumihi, ya itu tadi, kalau di Jawa, ajaran disampaiakan bahasa Jawa, di Sunda ya bahasa Sunda. Bilisani qaumihi itu perintah agama!” paparnya.

Lebih jauh, penggunaan bahasa ibu, merupakan bagian dari pelestarian bahasa-bahasa daerah. Hal itu itu sangat penting untuk memperkaya dan menunjang bahasa Indonesia.

“Bahasa Indonesia menjadi lebih baik dan kaya daripada bahasa Melayu di Malaysia misalnya, karena ditunjang dari bahasa daerah,” tambahnya. 

 

Penulis    : Abdullah Alawi