Warta

PMII Gugat Kebijakan Pendidikan dan Ketenagakerjaan

Rabu, 18 April 2007 | 08:36 WIB

Jakarta, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bersama empat organisasi kemahasiswaan lain menggugat kebijakan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, dan ketenagakerjaan pemerintah yang dinilai salah arah dan tidak berkesinambungan.

Dalam pernyataannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/4) kemarin, PMII beserta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menilai, sekarang pendidikan dan ketenagakerjaan seakan berjalan sendiri-sendiri.

<>

"Tidak ada korelasi antar-keduanya," kata Ketua Umum GMKI Goklas Nababan.

Tidak adanya korelasi antara pendidikan dengan ketenagakerjaan, terutama dirasakan di tingkat pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan sarjana strata-1 (S1).

Karena itu, lanjutnya, tidak mengherankan jika saat ini banyak lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran. Data tahun 2005 menunjukkan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 385.418 orang.

"Padahal biaya pendidikan di perguruan tinggi semakin mahal. Bahkan, perguruan tinggi telah terjebak dalam komersialisasi pendidikan," katanya.

Ironisnya, tambah Ketua Umum PB HMI Fajar R Zulkarnaen, para elite negara ini terlihat tidak memiliki kepedulian terhadap persoalan itu karena lebih asyik dengan isu-isu kekuasaan.

"Para elit lebih sibuk memikirkan peluang dan upaya meneguhkan kekuasaan dibanding memikirkan isu pendidikan dan ketenagakerjaan," katanya.

Jika mencermati hubungan pendidikan dengan ketenagakerjaan, kata Ketua Umum GMKI Dedy Rachmadi, terlihat pendidikan di Indonesia masih diarahkan untuk menciptakan tenaga kerja kasar.

Menanggapi kasus tewasnya Cliff Muntu, praja muda Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), beberapa waktu lalu, Ketua Umum PMII Haery Haryanto Azumi mengatakan, jika pemerintah keberatan dengan pembubaran IPDN, maka organisasi mahasiswa ekstra kampus itu mendesak agar sistem yang salah di IPDN dibenahi.

"Bagaimana mencetak pamong praja yang peka dengan aspirasi masyarakat jika selama ini para mahasiswanya justru dipisahkan dari masyarakat," kata Hery.

Menurut dia, ‘dinding tebal’ kampus IPDN yang mengasingkan mahasiswanya dari kehidupan masyarakat harus dirobohkan.

"Biarkan OKP (organisasi kemasyarakatan pemuda) masuk sebagai wadah bagi mahasiswa IPDN untuk berinteraksi dengan masyarakat," katanya. (rif)