Warta

Soal Kebangkitan Ekonomi, Indonesia harus Belajar dari Argentina

Jumat, 9 November 2007 | 10:30 WIB

Surabaya, NU Online
Belum juga membaiknya perekonomian Indonesia, tidak lepas dari peranan IMF dan Bank Dunia yang kini masih mencengkeramkan kukunya di Indonesia. Kedua lembaga itu dinilai bukan mencarikan jalan keluar bagi  perekonomian negara yang sedang kesulitan, namun malah mencari keuntungan di balik penderitaan bangsa lain.

“Posisinya tidaklah jauh berbeda dengan rentenir,” kata H. Masduki Baidlawi, anggota Komisi I DPR RI saat ditemui di Kantor PWNU Jawa Timur pada Jum’at (9/11).

<>

Menurut Masduki, dalam memberikan pinjaman, IMF dan Bank Dunia selalu menyertakan  berbagai syarat yang selalu menguntungkan pihaknya tanpa memedulikan kesengsaraan pihak lain. Ia mencontohkan, dalam mengucurkan pinjaman uang, tidak semuanya berbentuk uang. Sebagian berbentuk barang hasil produk negara mereka, yang tidak mesti dibutuhkan dan cocok untuk keperluan negara penghutang.

Sekalipun Indonesia sudah punya barang yang serupa, namun tetap saja harus menggunakan barang buatan mereka. Demikian pula dengan manajemen pengelolaan penanganan. Mereka selalu menggunakan orang-orang mereka, tidak peduli Indonesia sudah punya ahli dalam bidang itu. Padahal gaji yang mereka tetapkan sekitar 10 hingga 20 kali lebih besar dari standar gaji orang Indonesia.

“Kalau tidak kita katakan rentenir, lalu apa?” kata Masduki, yang baru saja melakukan studi banding ke Argentina dalam masalah kebangkitan ekonomi negara tersebut.

Anggota FKB DPR RI itu menyarankan agar pemerintah Indonesia meniru langkah yang sudah dijalankan pemerintah Argentina. Meski sama-sama mengalami krisis ekonomi, namun negara pengekspor pemain sepak bola dunia itu lebih cepat pulih.

Sementara Indonesia masih terus berputar-putar belum juga bisa keluar dari krisis. Perbedaan yang menyolok, Argentina berani bersikap tegas menolak metode-metode yang didiktekan IMF dan Bank Dunia, sementara Indonesia malah sebaliknya, menjadi anak manis dan manja. Bahkan Argentina berani mengambil sikap tegas untuk tidak membayar utang-utangnya selama perekonomian negara mereka belum pulih, sementara Indonesia malah menggunakan 1/3 APBN-nya hanya untuk mencicil utangnya.

“Seharusnya kita bisa tidak membayar utang itu dulu, karena masih ada problem serius,” tutur Masduki. “Apalagi utang itu dulu dikorupsi, jelas bisa itu ditunda,” lanjut politisi asal Surabaya itu meyakinkan.

Ia membayangkan bagaimana jadinya bangsa ini ke depan bila masih terus-menerus tunduk pada kemauan lembaga ekonomi dunia yang kapitalis itu. Sudah tidak terbilang lagi contoh yang membuktikan kedua lembaga itu tidak bermotif menolong, tapi malah mencari keuntungan di balik penderitaan bangsa lain. Tentu Indonesia harus segera mengambil sikap tegas agar bisa keluar dari kemelut itu.

Dalam bayangan Masduki, Argentina yang memulai sikap tegas menolak IMF dan Bank Dunia pada tahun 2003 saja, ekonomi mereka cepat pulih dan sudah bisa membayar utangnya sejak tahun 2006. Tentu Indonesia akan bisa lebih dari itu, jika mau mengambil sikap yang serupa. “Kalau kita mau segera mandiri dan punya harga diri, jangan lagi mau didikte kedua lembaga itu. Sangat tidak menguntungkan,” tandasnya. (sbh)