Warta GLOBAL PEACE FESTIVAL

Uang Recehan dan Berlian akan Diaudit

Selasa, 19 Oktober 2010 | 09:09 WIB

JAKARTA, NU Online
Ketua PBNU H. Slamet Effendy Yusuf mendeklarasikan ‘Power of Rupiah’ di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta, pada Selasa (19/20) bersama Tjandra Setiawan (direktur Global Peace Festival Foundation-GPFF) dihadiri oleh Sekjen PBNU M. Iqbal Sullam , Bendahara PBNU H. Bina Suhendra dan auditor Ibu Vivi Peter dan Vony Sulaiman.

Dalam deklarasi yang dinamai ‘Unifying Vision of One Family Under God’ itu sekaligus membuka kotak uang recehan yang terdapat dalam beberapa karung plastic. Ternyata selaian uang recehan logam dan kertas Rp 500,-, Rp 1000,-, Rp 2000,-, Rp 5000,-, Rp 10.000,- dll, juga ada yang menyumbangkan anting berlian.<<>br />
“Anting berlian ini yang merupakan sebagian dari sejumlah uang yang diberikan pada kami, pasti merupakan amanah dan akan dijaga sebaik-baiknya agar benar-benar sampai pada tujuan dan misi GPFF dalam membantu pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang kurang beruntung,”tutur Slamet Effendy Yusuf. Audit akan dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Power of rupiah yang diikuti oleh 17 negara di dunia ini melibatkan mahasiswa dan santri untuk menyebarkan kotak-kotak kecil itu ke masyarakat yang hadir ke acara GPFF di Senayan Jakarta, pada 17 Oktober lalu. GPFF ini akan berlangsung secara terus-menerus. Kalau sudah setahun, maka penghitungannya akan dibantu oleh Bank Indonesia (BI).

Selain untuk membantu pendidikan, GPFF ini akan membantu pemerintah dalam mengatasi diskriminasi sosial, pembiaran kekerasan yang terjadi di masyarakat dan sebagainya untuk terciptanya suasana damai dan hidup rukun dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan tidak mengedepankan konflik.

Tokoh-tokoh yang dijadikan figur GPFF antara lain KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Mother Teresa, dan The Rev Martin Luther King. Sebab, mereka itu berjuang untuk tegaknya persamaan dan kemanusiaan tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. “Gus Dur berjuang tanpa lelah untuk multi kulturalisme, pluralisme, hak asasi manusia dll,”tutur Slamet.

Yang pasti menurut Tjandra Setiawan, titik berat berdirinya GPFF ini karena terdapat 300 ribu anak jalanan, 32 juta anak miskin dan 30 juta anak negeri ini mengalami gizi buruk dan keterbelakangan masyarakat yang lain.

“Itulah yang menggerakkan kami untuk berbuat di tengah masyarakat untuk kesehatan dan pendidikan. Juga agar kita sejak kecil memiliki kepedulian untuk memberi terhadap orang lain yang membutuhkan. Apalagi pemerintah tidak mungkin bisa melakukan semuanya,”katanya.(amf)