Warta

Ulama Madura Berseberangan dengan Gus Dur Soal Ahmadiyah

Rabu, 31 Agustus 2005 | 13:07 WIB

Jakarta, NU Online
Lebih dari 100 ulama pengasuh pondok pesantren se-Madura yang tergabung dalam Badan Silaturahim Ulama Pondok Pesantren Madura (Bassra) berseberangan sikap dengan tokoh dan mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam soal Ahmadiyah.

Bahkan mereka berkeinginan "meluruskan" pandangan Gus Dur terhadap aliran Islam yang oleh sejumlah kalangan disebut sesat tersebut.

<>

"Kami sangat menyesalkan munculnya tanggapan negatif dari beberapa pihak antara lain Gus Dur terhadap fatwa MUI, termasuk soal Ahmadiyah. Kepada mereka supaya diadakan penyadaran dan pelurusan bil hikmah wal mauidhotil hasanah (dengan bijaksana dan anjuran yang baik)," kata KH Mohammad Tidjani Djauhari, pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, Sumenep, di Jakarta, Rabu.

Bassra sendiri mendukung fatwa yang dihasil MUI, ternmasuk soal sesatnya aliran Ahmadiyah, melalui Munas VII beberapa waktu lalu. 

Bahkan, kata Kiai Tidjani, organisasi Islam di dunia juga menilai Ahmadiyah menyimpang dari Islam dan negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Pakistan, Malaysia, dan Brunei Darussalam melarang aliran itu.

"Jadi untuk soal Ahmadiyah tampaknya Gus Dur sendirian," tambah Kiai Tidjani yang bersama sejumlah tokoh Bassara menggelar keterangan pers setelah selama tiga hari berada di Jakarta dan menemui sejumlah instansi untuk berdialog seperti  dengan Menteri Agama, Komisi VIII DPR RI, Kejaksaan Agung, Menko Kesra dan MUI.

Oleh karena itu, Bassra mendesak pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, dan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, serta DPR RI segera melarang gerakan dan aliran Ahmadiyah selama mereka menggunakan nama dan simbol-simbol Islam.

Bukan itu saja, dalam pernyataannya yang turut ditandatangani sejumlah ulama terkenal seperti KH Abdullah Schal dari Pesantren Syaikhona Kholil, Bangkalan dan KH Alawi Muhammad dari Pesantren At Taroqqi, Sampang, Bassra juga berharap DPR RI mengamandemen KUHP terutama menyangkut pasal tentang pelecehan agama agar penyidik diberi hak untuk menahan seseorang atau kelompok yang terbukti melecehkan ajaran-ajaran agama Islam dalam bentuk apapun.(ant/mkf)