Dua insan laki-laki dan perempuan yang hendak memantapkan dirinya mengarungi hidup bersama melalui akad pernikahan perlu berbagai kesiapan yang maksimal, mulai dari kematangan pengetahuan tenang hidup berumah tangga, kesiapan finansial, hingga kesiapan psikis.
Oleh karenanya, Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPPNU) Jawa Timur memberikan pemahaman mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan saat akan menikah. Kajian pra-nikah dipilih sebagai kajian yang efektif untuk menyiapkan para pengurusnya sebagai bekal saat hendak menikah.
“Kajian pra nikah ini diselenggarakan untuk membuka wawasan mengenai pernikahan sebab menikah itu memerlukan adanya kesiapan,” ucap Ketua PW IPPNU Jawa Timur, Puput Kurniawati, Ahad (23/2) di gedung PWNU Jawa Timur.
Kajian diisi oleh Dhomirotul Firdaus, founder dan admin akun Instagram @fiqihperempuan. Menurutnya, sebelum seseorang menikah hendaknya mempersiapkan dirinya terlebih dahulu dengan memperdalam ilmu yang diperlukan, khususnya mengenai kehidupan pasca menikah.
“Di masa khidmah menjadi pengurus sehingga belum bisa menikah. Perlu ilmu bagaimana menyikapi cinta yang belum bisa menikah itu diapakan? Yang terpenting adalah harus dipelajari ilmu-ilmunya dulu,” beber Fierda, sapaan akrabnya.
“Cari ilmu tentang segala sesuatu yang akan dihadapi setelah menikah. Bagaimana menata finansial, cara memahami karakter pasangan, mencari nafkah, cara berbakti kepada mertua,” tambahnya.
Ia melanjutkan dengan memberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang perlu untuk disiapkan menuju tahap pernikahan.
“Pertama adalah niat. Niatkan menikah itu karena Allah ya, bukan karena sudah didahului oleh teman-teman, nikah bukan balap karung kan?,” ujarnya.
Kedua adalah bersabar jika belum menemukan pasangan yang baik. Jika usaha kita masih gagal untuk mendapatkan pasangan, maka harus bersabar dan jangan pernah putus asa.
“Allah pasti sudah menyiapkan yang terbaik buat kita, tinggal usaha kita saja mungkin ada yang kurang maksimal. Maksimalkan lagi usaha dan doanya,” tukas pemateri asli Kediri ini.
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki diri sambil menunggu jodoh. Seseorang tidak boleh menggerutu karena jodoh tidak kunjung ditemukan. Yang paling penting adalah berupaya semaksimal mungkin untuk lebih baik dari sebelumnya.
“Karena kalau kita mengharapkan jodoh yang baik, kita juga harus mengupayakan diri kita untuk baik jug kan? Kan tidak fair kalau kita ingin jodoh yang baik sementara kita masih belum berupaya untuk menjadi baik,” jelasnya.
Sosok yang masih terhitung keluarga Pesantren Lirboyo Kediri ini melanjutkan, dalam memilih pasangan hidup, pilihlah seseorang yang mau memperbaiki diri, jangan mau dengan orang yang hatinya keras, karena ia akan sulit untuk menerima masukan apapun.
“Carilah yang mau tumbuh baik bersama kita, karena tujuan menikah di antaranya adalah melahirkan keturunan yang baik dan meneruskan perjuangan kita,” ungkapnya.
“Terakhir adalah jika semuanya telah siap, langkah selanjutnya adalah masuk pada tahapan pernikahan. Mulai dari ta'aruf, khitbah, lanjut akad nikah kemudian walimah,” tuturnya.
Selain itu, dirinya juga menyampaikan bahwa saat ini adalah waktunya untuk memaksimalkan waktu sebagai aktivis yang masih sedang berkhidmah di IPPNU, sebab belum tentu jika sudah bersuami akan bisa melakukan banyak hal untuk orang lain sebagainya sebelum menikah.
“Kalian ini kan masih dalam masa khidmah. Dipuaskan dulu jalan-jalannya, dipuaskan masa mudanya, soalnya belum tentu nanti dapat suami yang memperbolehkan kita tetap menjadi aktivis,” sebut pemilik akun Instagram @fierz._ ini.
Di akhir, dirinya mengingatkan agar saat mencari jodoh itu sebaiknya dengan cermat sehingga tidak menyesal di kemudian hari.
“Kalau cari jodoh itu benar-benar stalking dengan baik, bisa melalui media sosialnya ataupun kehidupan nyatanya, sehingga ketika sudah menikah tidak menyesal karena sudah memilih orang yang salah,” katanya.
“Jangan langsung mengiyakan orang yang baru kenal kemudian langsung nikah, teliti dulu. Wong membeli lombok di pasar saja kita pilih-pilih kok, masa nyari pendamping hidup asal milih?” pungkasnya.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin