Sumenep, NU Online
Dimata budayawan Madura D. Zawawi Imran, sosok KH Abdurrahman Wahid seperti puisi surealisme. “Gus Dur seperi puisi surealisme,” tuturnya saat memberikan tertimoni tentang Gus Dur pada Peringatan 1.000 Hari Wafat Gus Dur di GNI Sumenep, Ahad (21/10).
<>
Surealisme adalah kebudayaan baru yang lahir pertama kali di Paris, Perancis, pada tahun 1924. Jenis kebudayaan ini sebuah usaha untuk merayakan kembali ingatan masa lalu ke dalam halaman kertas dengan bebas dan tanpa berusaha mengaturnya.
Gus Dur setelah tiada, tapi makin fenominal dan terkenal. Berbagai festival diadakan untuk menghadirkan kembali spirit sosok Gus Dur yang tak kenal lelah dan mengalah yang kini telah tiada, salah satunya melalui peringatan 1000 hari wafatnya.
“Ketika ditinggal baru merasa kehilangan,” katanya.
Satu hal lagi dari Gus Dur. Menurut penyair yang dikenal dengan celurit emas itu, Gus Dur guru bagi orang yang mencari guru. Teman bagi orang yang mencari teman. Dan musuh bagi orang yang mencari musuh. “(tapi) Gus Dur lebih besar dari musuh-musuh.”
Sebelum D. Zawawi Imran mengahiri penyampaian tertimoni tentang Gus Dur, dihadapan kaum Nahdliyin ia membacakan puisi dengan judul “Kado Buat Gus Dur”.
Ribuan Jama'ah
Dalam acara tersebut, ribuan warga dari berbagai penjuru di Sumenep datang dengan antusiasme penuh. Nurul Hidayat, salah seorang pantia mengatakan terkejut dengan membeludaknya undangan yang menghadiri Peringatan 1000 Hari Wafatnya Gus Dur di Gedung Nasional Indonesia.
“Dari perkiraan undangan yang bakal hadir sekitar 500 orang, ternyata kapasitas GNI yang bisa menampung seribu orang lebih tak mampu menampung,” katanya disela-sela acara.
Walaupun kapasitas ruangan kurang memadai tak membuat kaum nahdliyin kembali pulang karna tidak mendapatkan tempat duduk, sebagian undangan terpaksa rela duduk di jalan raya di sebelah timur Taman Bunga Sumenep.
Jumlah undangan yang membludak itu, menurut Ketua PCNU Sumenep, H. A. Pandji Taufiq, menandakan NU di Sumenep masih kokoh dan kuat.
“Tapi perlu ikatan yang lebih kuat sehingga lebih kuat (lagi),” tuturnya dalam sambutan.
Di tengah-tengah mereka, hadir juga Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang sekaligus adik kandung Gus Dur, KH Salahuddin Wahid, Rais Syuriyah PCNU Sumenep KH Ahmad Basyir AS, Wakil Rais Syuriyah PCNU Sumenep KH Moh Ramdlan Siraj dan KH. Taufikurrahman FM, Ketua Muslimat NU Sumenep Ny. Hj. Aqidah Usmuni, dan pengurus NU dari berbagai MWC, Sekretaris Daerah Kabupaten Sumenep Moh. Saleh, dan Ranting.
Dalam pantauan NU Online, undangan mulai berdatangan dan memasuki tempat acara sejak 7.30 WIB, dan acara berakhir pada sekitar pukul 12.00 WIB. Pembacaan sholawat Banjari menggema menyambut kedatangan warga.
“Undangan sudah ada yang datang sejak pukul 7.30 Wib,” tutur M. Muhri, salah seorang panitia yang bertugas menerima tamu.
Pembacaan sholawat yang terdiri dari sembilan personel tersebut terus dilantunkan sampai undangan datang semua, dan acara baru dimulai pada pukul 9.00 Wib. Grup Sholawat berasal daro Pondok Pesantren Khairul Muttaqin, Lenteng Sumenep.
Peringatan wafatnya cucu Pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari, diisi dengan tahlil bersama dan penyampaian testimuni tentang Gus Dur oleh KH. Salahuddin Wahid dan D. Zawawi Imran.
Kontributor: M. Kamil Akhyari