KH Abun Bunyamin dan KH Juhadi Muhammad terpilih sebagai Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat masa khidmah 2021-2026 dalam Konferwil PWNU Jabar 30-31 Oktober 2021 .(Foto: NUO Jabar/Bagus Arya)
Bandung, NU Online
Konferensi Wilayah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (Konferwil PWNU) Jawa Barat memilih KH Abun Bunyamin sebagai Rais Syuriyah dan KH Juhadi Muhammad sebagai Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Barat masa khidmah 2021-2026.
Diberitakan NU Online Jawa Barat, Ahad (31/10/2021), Kiai Abun dipilih dalam sidang Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) tujuh ulama, sementara Kiai Juhadi terpilih dalam pemilihan langsung. Dari 27 suara cabang dan satu suara PWNU, sebanyak 19 orang memilih Kiai Juhadi, KH Hasan Nuri Hidayatullah mendapatkan 8 suara. Sementara satu suara untuk Dr Romdloni.
Sesuai ketentuan tata tertib Konferwil, calon yang terpilih lebih dari 50 persen ditetapkan langsung sebagai Ketua Tanfidziyah, setelah disetujui oleh Rais Syuriyah terpilih.
Kiai pengusaha
Kontributor NU Online Jawa Barat, Iim Rohiman dalam KH Juhadi Muhammad, Kiai Pengusaha yang Terpilih Jadi Ketua PWNU Jabar, menuliskan bahwa KH Juhadi Muhammad adalah nama yang tak asing di Indramayu maupun Jawa Barat. Sosok kiai sekaligus pengusaha perikanan di Indramayu itu memimpin PCNU selama tiga periode berturut-turut sejak periode 2006 hingga 2021.
Kang Haji Juhadi, demikian ia biasa dipanggil, adalah putra ulama di Karanganyar, Pasekan, Indramayu, yaitu KH Muhammad dan ibu Nyai Hj Rokilah. Ia lahir pada 14 Januari 1968. Sejak kecil, ia telah dididik dalam lingkungan keluarga yang taat beragama dan kesehariannya diisi dengan pendidikan keagamaan di keluarga serta lingkungannya.
"Setelah menempuh pendidikan SD, ia kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk mesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon pada (1982-85). Lalu melanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri selama tiga tahun. Ia lulus pada 1988," tulis Iim Rohimin.
Selepas menuntut ilmu di pesantren, Juhadi muda mulai aktif terjun di tengah masyarakat sambil merintis usaha di bidang perikanan. Ia menjadi bakul (penjual) udang. Sedikit demi sedikit, usahanya berkembang. Usaha budidaya tambak udang dan bandeng ia lakoni hingga sekarang.
Suami dari Hj Maskunah ini, dikenal sebagai sosok yang ulet, gigih, dan pantang menyerah dalam mengembangkan usahanya. Ia juga dikenal sebagai pengusaha perikanan yang kreatif dan inovatif karena berhasil menemukan berbagai terobosan baru dalam teknik budidaya.
"Saya mulai merintis usaha sejak nol. Saya bisa berkembang seperti saat ini berkat karunia Allah swt, juga kerja keras dan prinsip pantang menyerah. Kita harus memiliki basis ekonomi yang kuat untuk berjuang mengembangkan agama atau khidmah pada NU, agar tidak jadi peminta-minta atau memanfaatkan organisasi untuk kepentingan sendiri. Kita jangan mencari hidup di NU, tetapi kita harus bisa menghidupi NU," ujar Kiai Juhadi.
Ia juga mengembangkan usaha di bidang transportasi, kesehatan, konstruksi, perumahan, dan berbagai jenis usahanya lainnya di bawah bendera PT Dua Putra Persada.
Setelah sukses membangun usaha, Kang Juhadi mulai merintis lembaga pendidikan agama dengan mendirikan Yayasan Al-Hidayah pada tahun 2000. Kini yayasan ayah empat anak ini mengelola pesantren, madrasah diniyah, SMP NU, SMK NU, dan SMA NU.
Khidmah di PCNU Indramayu dimulai oleh Kang H Juhadi sejak 2001 hingga 2006 dengan jabatan sebagai bendahara. Pada 2006, ia terpilih sebagai Ketua PCNU dan terus dipercaya untuk menakhodai organisasi keagamaan terbesar di Indramayu itu hingga tiga periode berturut-turut.
Berbagai keberhasilan PCNU Indramayu di bawah Kiai Juhadi antara lain mendirikan Gedung Pusat Dakwah NU, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji NU, mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam NU, dan memajukan LAZISNU hingga mendapat kepercayaan besar dari warga dalam penyaluran ZIS.
Selain menjadi Ketua PCNU Indramayu, KH Juhadi Muhammad juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi daerah maupun nasional, di antaranya menjadi Ketua Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu (KOMPI), Ketua Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) Jawa Barat, Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan beberapa organisasi lainnya.
"Apa yang saya lakukan selama ini, semata-mata untuk khidmah pada kiai, berjuang untuk kebesaran NU. Saya memegang prinsip, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Keberhasilan dan kemajuan yang NU Indramayu raih, bukanlah keberhasilan saya pribadi melainkan keberhasilan seluruh warga Nahdliyin," ujarnya.
Sosok tawadlu sarat prestasi
Sementara itu dalam Kiai Abun Purwakarta, Sosok Tawadlu yang Sarat Prestasi, disebutkan KH Abun Bunyamin adalah sosok yang selalu mengungkapkan kebaikan dan jasa para guru dalam berbagai kesempatan.
KH Abun Bunyamin tak pernah melupakan jasa para kiai yang telah mengajarnya, terutama para masyayikh Cipasung. Bahkan, dalam perhelatan besar Rapat Pleno PBNU dua tahun yang lalu (20/9/2019), Kiai Abun tanpa ragu menyebut jasa para gurunya itu.
KH Abun Bunyamin, saat ini dikenal sebagai Pengasuh Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta. Salah satu pesantren terbesar dengan 6.000 santri dan 600 guru. Dengan kemajuan seperti ini, ternyata Kiai Abun tak pernah melupakan gemblengan para gurunya di Pesantren Cipasung.
Sebelum mengaji di Cipasung, ia sudah menjelajah di sejumlah pesantren, antara lain Pesantren Hidayatul Muta’allimin (Majalengka), Al-Falah dan Santiong (Cicalengka), Sukamiskin (Bandung), dan Riyadlul Alfiyyah Sadang (Garut).
Saat lahir pada 4 April 1954, ia bernama Muhammad Tamrin. Tapi, saat masuk SD berubah menjadi Ade Bunyamin dengan panggilan Amin. Dari mulai sebagai santri biasa, Amin kemudian menjadi Ketua Asrama Pusaka. Puncaknya menjadi seksi muballlighin yang membawahi seluruh asrama di Cipasung.
Rupanya, saat di Cipasung inilah Amin menemukan kedewasaan dan arah hidup yang lebih pasti. Ia masih sempat mengaji sebentar kepada Abah Ruhiat. Amin selalu melaksanakan ijazah doa yang diberikan, yaitu shalat di awal waktu, membaca al-Fatihah untuk Abah, dan membaca Al-Qur'an 50 ayat setiap hari. Menurut Abah Ruhiat, hal itu agar ilmu yang dipelajari manfaat dan penuh berkah.
Dengan Kiai Ilyas Ruhiat, selain sebagai guru, Amin juga menganggapnya sebagai mentor yang mengarahkan jalan hidupnya. Masih segar dalam ingatannya sapaan Ajengan Santun dari Cipasung itu, “Min, lagi apa? Dari mana?” Kesantunan yang selalu tunjukkan kepada para santri.
Pernah suatu hari Amin kepergok sedang-sedang senyum-senyum sendiri di lantai dua gedung PTI (sekarang Gedung IAIC). Ajengan Ilyas mengagetkannya,
"Ada apa, Min?"
Dengan malu-malu ia menjawab, "Ini Pak, saya lulus ujian PGA 6 Tahun." Waktu itu, memang ia baru saja menerima pemberitahun lulus ujian persamaan PGA 6 tahun dari Sumedang.
Kelulusan itu sangat menyenangkannya karena akan memperlancar proses studi selanjutnya. Saat itu sebenarnya Amin telah tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Ilmu Agama Cipasung. Ajengan Ilyas menganggapnya sudah layak untuk ikut kuliah sekalipun belum mendapatkan ijazah SLTA. Karena itulah, ia perlu mengikuti ujian persamaan PGA 6 tahun.
Dari sosok Ajengan Ilyas ini, Amin melihat sebuah pesantren dikelola dan dibesarkan. Pesantren Cipasung telah ditempa melalui semua tantangan zaman; penjajahan Belanda, Jepang, revolusi fisik, pemberontakan DI/TII, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Semua era itu membawa konsekuensi berbeda-beda. Tapi, semua dinamika zaman itu berhasil dilalui dengan baik dan menorehkan prestasi.
Kiai Abun Purwakarta tidak hanya menghormati guru-gurunya, tetapi juga para putra gurunya di Cipasung. Saat memberikan sambutan dalam Rapat Pleno PBNU itu, secara khusus dia menyebut nama KH Abun Bunyamin Ruhiat. Keduanya berkawan baik sejak di pesantren. Selayaknya santri, tentu saat itu Amin sering disuruh-suruh bahkan tak jarang dimarahi.
"Saya yang membawakan tasnya saat berangkat kuliah. Saya juga sering dimarahi. Alhamdulillah, berkah saya dimarahi, saya jadi maju. Kebaikan, kemajuan, ketinggian Pesantren Al-Muhajirin ini, tidak ada apa-apanya kecuali karena (berkah para guru) Pesantren Cipasung," tutur Kiai Abun.
Setelah mukim, Amin lebih dikenal sebagai KH Abun Bunyamin. Maka, ada dua nama kiai yang sama. Sama-sama mengasuh pesantren besar, yang satu Pengasuh Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta. Satunya lagi Pengasuh Pesantren Cipasung Tasikmalaya.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori