Daerah

Pengabdian Sugiarto, Guru Honorer di Lereng Gunung Sumbing: Pernah Dapat Upah Rp75 Ribu

Senin, 25 November 2024 | 18:00 WIB

Pengabdian Sugiarto, Guru Honorer di Lereng Gunung Sumbing: Pernah Dapat Upah Rp75 Ribu

Sugiarto bersama siswa-siswinya. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Sugiarto (53), seorang guru honorer yang telah mengabdikan diri selama 21 tahun untuk mendedikasikan hidupnya di lereng Gunung Sumbing, Magelang, Jawa Tengah.


Ia telah memberikan sebagian besar hidupnya untuk mendidik anak-anak di daerah yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar.


Sugiarto mulai mengajar sebagai guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ngawonggo 2, Desa Ngawonggo, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Juli 2000.


Suatu ketika, Sugiarto mendapatkan informasi yang terpampang di papan desa bahwa di sekolah tersebut sedang membutuhkan tenaga pendidik. Dengan latar belakang pendidikan yang hanya tamatan SMA, ia tetap bertekad mendaftar.


Sugiarto tak pernah menyangka bahwa ia akan terjun langsung ke dunia pendidikan di sebuah daerah yang jauh dari kota. Pada tahun-tahun awal mengajar, ia juga tengah menempuh pendidikan diplomanya di Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung, Jawa Tengah.


Sugiarto merasa ada sebuah panggilan untuk mengajar yang sangat kuat, terutama ketika ia melihat anak-anak di desa yang bersemangat untuk menempuh pendidikan.


Pada masa awal menjadi guru honorer, Sugiarto pernah menerima gaji atau upah hanya Rp75 ribu setiap bulan. Upah itu pun bukan berasal dari sekolah, tapi dari dana pribadi guru-guru di SDN Ngawonggo 2.


“Dari awal saya mengajar hingga 2018 itu, upah saya kira-kira hanya segitu (Rp75 ribu),” ujar Sugiarto kepada NU Online, pada Senin (25/11/2024).


Setelah 18 tahun mengajar menjadi guru honorer, barulah Sugiarto dinyatakan lolos sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2018 melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


Namun penetapan sebagai ASN baru ia dapat pada Januari 2021, sehingga Sugiarto baru mendapatkan SK dan Nomor Induk Pegawai (NIP) pada empat tahun setelah ia dinyatakan lolos ASN.


“Sejak 2018 hingga 2021, walau saya telah lulus sebagai ASN tetapi saya masih menyandang sebagai guru honorer, karena belum mendapatkan SK dan NIP. Tetapi upah saya sudah disesuaikan dengan UMK (upah minimum kabupaten) Magelang pada saat itu, atau biasanya disebut sebagai honda atau honorer daerah,” ungkap Sugiarto.


Menjalani aktivitas dengan ketulusan

Bagi Sugiarto, mengajar bukan hanya sekadar profesi, tetapi adalah panggilan dari hati. Ia selalu memotivasi para siswa-siswinya untuk memiliki mimpi lebih besar dan yakin bahwa pendidikan merupakan kunci untuk mengubah nasib di masa depan. Keberadaannya di sekolah bukan hanya untuk menyampaikan materi, tetapi juga memberikan contoh bahwa perjuangan adalah bagian dari hidup.


Setiap pagi, Sugiarto menempuh perjalanan yang cukup berat untuk sampai ke sekolah. Perjalanan menuju sekolah ia tempuh menggunakan sepeda motor dengan jarak tempuh 7 kilometer, ditambah kondisi jalan yang curam. Bahkan saat musim hujan, terkadang jalanan tertutup oleh pohon tumbang dan longsor.


Meski begitu, ia tak pernah mengeluh. Sugiarto merasa bahwa pengorbanannya itu dilakukan demi masa depan para siswa-siswinya.

 
Tema dan Logo Hari Guru Nasional 2024. (Foto: dok. Kemendikdasmen) 


Jumlah siswa yang bersekolah di SDN Ngawonggo 2 kurang lebih mencapai 220 orang yang berasal dari daerah setempat. Sementara jumlah guru di sana terdiri dari tujuh guru ASN, termasuk Sugiarto dan lima guru honorer.


Dengan minimnya jumlah guru, Sugianto pun menjadi guru yang merangkap beberapa mata pelajaran. Hal ini karena di sekolah tempat ia mengajar, sangat minim tenaga pengajar. Saat ini, ia mendapatkan tugas mengajar untuk kelas empat dan mata pelajaran olahraga.


“Saya saat ini mendapat kepercayaan untuk mengajar di kelas empat, tapi saya juga merangkap sebagai guru olahraga, maka dari itu saya harus pandai mengatur jadwal pelajaran, supaya anak-anak mendapatkan pendidikan yang terbaik,” ungkapnya.


Sebagai guru kelas empat yang juga merangkap menjadi guru olah raga, Sugiarto juga mendapatkan kepercayaan dan amanah dari pihak sekolah untuk membimbing siswa-siswanya mengikuti perlombaan Popda (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) dan perlombaan olahraga lainnya.


Sugiarto kemudian berhasil mengantarkan para siswa-siswinya masuk dalam nominasi 10 Tim atau Atlet Terbaik Provinsi Jawa Tengah, di antaranya pada cabang olahraga (cabor) tolak peluru, lari jarak dekat hingga sedang, dan sepak bola.


Strategi mengajar

Selama 21 tahun mengajar di SDN Ngawonggo 2 sebagai guru honorer, Sugiarto memiliki strategi untuk berbaur dengan siswa-siswanya. Ia selalu datang 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai dan menyapa para siswanya di depan pintu masuk sekolah dengan senyum hangatnya.


“Saya setiap pagi itu, menyambut anak-anak di depan sekolah dengan senyum, dan mereka (anak-anak) juga ikut senyum dan malah suka berebutan salim. Hal sederhana ini membuat anak-anak akan merasa aman jika diajar oleh gurunya,” ujar Sugiarto.

 
Sugiarto bersama siswa-siswinya di Magelang. (Foto: dok. pribadi) 


Selain datang lebih awal, ia kerap bercanda hangat dengan para siswanya. Melalui pendekatan ini, ia telah menanamkan sikap sopan santun kepada anak didiknya. Ia juga mengaku selalu menerapkan 3S yaitu senyum, sapa, dan salam sejak para siswa-siswinya memasuki sekolah hingga ke dalam kelas.


“Saya terapkan 3S, senyum, sapa, salam itu kepada anak-anak, kalau kelas satu sampai dengan tiga ya, diajak guyon (bercanda) dahulu, kalau kelas 4-6 dengan pendekatan berbeda yaitu pakai tindakan,” katanya.


Penghargaan yang dicapai

Selain perjuangan dan semangat mengabdi yang tidak kenal lelah memberikan layanan pendidikan untuk daerah di lereng Gunung Sumbing, Sugiarto juga turut andil membawa SDN Ngawonggo 2 mendapat berbagai penghargaan di tingkat Kabupaten Magelang.


Penghargaan tersebut antara lain Sekolah Adiwiyata pada 2016. Sekolah Adiwiyata merupakan penghargaan bagi sekolah yang peduli terhadap lingkungan hidup dan memiliki kesadaran melindungi lingkungan.


“Saya ikut menjadi pelopor Sekolah Adiwiyata ini, mengajak anak-anak untuk menjaga kebersihan dengan hal sederhana yaitu membuang sampah dan mengajak untuk menanam pohon,” katanya.

 
Sugiarto saat sedang mengajar. (Foto: dok. pribadi) 


Sugiarto juga mendampingi SDN Ngawonggo 2 mendapatkan penghargaan sebagai Sekolah Mandiri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2018. Penghargaan Sekolah Mandiri diraih karena SDN Ngawonggo 2 telah siap dan dapat melaksanakan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) kepada para siswanya.


“Pada 2018 itu, Kemendikbud memberi bantuan sebanyak 15 laptop untuk SDN Ngawonggo 2, sehingga sejak saat itu sekolah kami sudah bisa melaksanakan ujian UNBK sendiri atau tidak numpang di sekolah orang lain,” ungkapnya.


Harapan pendidikan Indonesia

Sugiarto berharap, pendidikan Indonesia dapat mencetak generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan siap menggapai cita-citanya melalui memberikan kesempatan dan ruang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan berpikir kritis.


“Harapan saya, pendidikan ini bisa membentuk karakter bagi anak-anak, seperti kerja sama, kejujuran, kerja keras, dan sikap toleransi kepada sesama,” ujar Sugiarto.


Teruntuk para guru, Sugiarto berharap tetap bersemangat mengabdi dalam mencerdaskan anak-anak Indonesia. Selain itu, ia menekankan berapa pentingnya bagi guru untuk terus belajar dan memberikan kontribusi maksimal dalam membentuk generasi penerus bangsa.