Daerah

Syifa Urrachmah, Guru Tunanetra dengan Segudang Prestasi dan Pelopor Pendidikan Inklusif di Aceh

Selasa, 26 November 2024 | 17:00 WIB

Syifa Urrachmah, Guru Tunanetra dengan Segudang Prestasi dan Pelopor Pendidikan Inklusif di Aceh

Syifa Urrachmah, guru tunanetra di Banda Aceh. (Foto: NU Online/Wahyu)

Banda Aceh, NU Online

Di balik sudut meja sebuah kafe ujung kota perbatasan Banda Aceh dan Aceh Besar, kedua tangannya tampak sibuk memutar pesan suara dari smartphone. Sesekali ia meletakan benda pipih itu di telinga kanannya untuk mendengarkan informasi yang sampai di gawainya.


Malam itu ia tak datang sendiri. Ada ibu, ayah dan sang adik yang menemani hari liburnya, setelah sepekan sibuk dengan pekerjaan. Ia adalah Syifa Urrachmah, jebolan Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK) 2018.


Perempuan kelahiran Lhokseumawe 6 Juli 1995 dan anak ketiga dari empat bersaudara itu tampak sangat ceria dengan balutan kemeja biru beserta jilbab biru muda bermotif bunga, ia menceritakan kesehariannya.


Syifa terlahir dengan keistimewaan karena tidak dapat melihat peliknya dunia sejak belia alias tunanetra. Namun hal itu tidak menyulut keinginannya untuk mengambil peran hebat didunia pendidikan.


Sejak anak-anak, Syifa telah berambisi besar. Kala itu, ia sangat tertarik menjadi pramugari untuk melayani penumpang maskapai ke tujuan.


"Dulu cita-cita mau jadi pramugari, karena sering ketemu saat terbang untuk berobat ke Medan," kata Syifa sembari tertawa kecil mengingat keinginannya yang telah ia lupakan itu.


Syifa menempuh pendidikan dasar di sekolah luar biasa (SLB). Namun setelah itu, ia melanjutkan studi di sekolah dan universitas umum. Lalu pada 2018, ia berhasil meraih gelar Sarjana Bimbingan Konseling dari FKIP USK Banda Aceh.


Setelah itu, Syifa akhirnya mengambil peran. Ia kemudian mengubah cita-citanya dengan berkeinginan menjadi seorang guru, layaknya guru yang dulu gigih mendidik Syifa saat duduk di bangku sekolah tanpa melihat perbedaan yang ia miliki.


"Kegigihan guru SD dulu juga yang buat saya ingin menjadi guru, dan mencerdaskan anak-anak di Aceh tanpa melihat kekurangan anak itu," terang Syifa, kepada NU Online, Ahad (24/11/2024).


Semangatnya itu bermula, saat sang guru membimbingnya dengan baik, meski saat itu mengakses media pendidikan sangat susah, gurunya membuat media pendidikan sendiri untuk diajarkan kepada siswa tunanetra hingga semua siswa paham.


Sejak duduk di bangku perkuliahan, Syifa mulai mempraktikkan mimpi barunya itu. Ia mulai menjadi pengajar komputer berbicara di Lembaga Pengembangan Sumber Daya Tunanetra Aceh (Lempesta) pada 2014-2015.


Lalu setelah mendapat gelar sarjana, Syifa lagi-lagi melangkah maju. Ia mulai mengabdi di SLB tempat ia lahir, di Lhokseumawe selama satu tahun. Ia juga menjadi guru di SLB AB BUKESRA pada Agustus 2019 hingga Agustus 2020.


Sepak terjang Syifa sebagai guru tidak diragukan lagi. Setelah orang tuanya pensiun dari pekerjaannya, mereka hijrah ke Kota Banda Aceh. Syifa pun ikut pindah. Lalu pada Januari 2021, ia diterima sebagai guru di SLB Negeri Banda Aceh.


Tidak hanya mengajar formal, Syifa juga aktif sebagai Instruktur Konseling di UPTD Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya (Dinas Sosial) Aceh pada Februari 2020 hingga Januari 2021. Syifa pun menjadi Instruktur pelatihan TIK bagi disabilitas remaja dan dewasa seluruh Indonesia di Bakti Kominfo pada Oktober-Desember 2020.


Karier Syifa makin gemilang. Ia tak menyerah. Setelah banyak rintangan yang dilaluinya, pada April 2024, ia dinyatakan lulus sebagai guru
dengan status Pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Bimbingan Konseling di SMA 12 Banda Aceh.


"Alasan ambil guru BK ini karena senang aja dengerin orang cerita, dengerin orang, sharing dan bisa memberikan solusi. Apalagi solusi itu bisa meringankan beban orang lain, kan berarti kita jadi manusia yang bermanfaat," terang Syifa.


Namun, Syifa mengungkapkan bahwa menjadi guru istimewa dengan keterbatasan penglihatan bukanlah hal mudah. Banyak yang beranggapan bahwa Syifa adalah perempuan tangguh yang mampu melewati permasalahan hingga mencapai masa ini. Syifa pun tak pernah membayangkan bahwa kini ia menjadi guru di sekolah umum.


Semuanya di luar ekspektasi Syifa. Sebelum mengikuti ujian PPPK, ia beranggapan akan ditempatkan kembali di sekolah induk tempat ia mengajar sebelumnya yakni di SLB Negeri Banda Aceh, tetapi takdir berkata lain karena ia lulus sebagai guru yang mengajar di sekolah umum. Di awal, ada ketakutan dan kegelisahan yang berkecamuk di kepala Syifa. Ia menganggap tak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah umum.


"Di awal saya sangat takut, takut ada bully-an dari siswa atau hal lain. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali," ungkap Syifa.


Berbagai dukungan pun diberikan untuk Syifa, bahkan keluarga senantiasa mendampinginya sejak kecil. Setiap kebutuhan Syifa diupayakan oleh ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Begitu pun di sekolah tempat ia berbagi ilmu.


Tantangan-tantangan

Sejak ditempatkan di sekolah umum, selama enam bulan lalu Syifa mengaku, belum dipertemukan dengan tantangan yang cukup berat. Meski tidak dipungkiri ada tantangan kecil, karena kondisinya yang tunanetra sehingga mobilitasnya terbatas.


"Kan di sekolah akses disabilitas masih kurang,  jadi saya harus menyesuaikan. Kadang rekan kerja juga suka membantu, tapi untuk lokasi yang sering dilewati sudah hafal jadi bisa sendiri," ungkap Syifa.


Tak hanya rekan kerja, Syifa juga kerap dibantu oleh para siswa yang menemuinya di lingkungan sekolah. Siswa-siswinya di kelas sering menawarkan bantuan kepada Syifa.


Cakap teknologi

Saban hari, Syifa menjalani rutinitas sebagaimana guru pada umumnya. Namun, tetap saja ada yang berbeda darinya. Sebagai seorang tunanetra, ia harus beradaptasi dengan berbagai tantangan untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai guru BK di SMAN 12 Banda Aceh.


Dengan bantuan teknologi screen reader, Syifa mampu mengakses berbagai informasi dan menjalankan tugas-tugas administratif. Meskipun demikian, Syifa tetap masih membutuhkan bantuan orang lain, seperti mengedit dokumen atau membuat presentasi.


"Teknologi sangat membantu saya dalam bekerja sehari-hari, juga dari SMA dulu juga sudah akrab dengan teknologi," ujar Syifa.


"Namun, saya juga menyadari bahwa kolaborasi dengan rekan kerja sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal," tambahnya.


Pelopor pendidikan inklusif

Syifa tak hanya seorang guru, tetapi juga seorang pelopor pendidikan inklusif di Aceh. Melalui dedikasinya, ia telah membuktikan bahwa anak-anak tunanetra memiliki potensi yang sama untuk meraih kesuksesan.


"Saya ingin anak-anak tunanetra merasa setara dengan teman-temannya yang lain, dengan teknologi, mereka bisa mengakses informasi yang sama dan memiliki peluang yang sama untuk berkembang," ucap Syifa.

 
Logo dan Tema Hari Guru Nasional 2024. (Foto: Kemendikdasmen) 


Kisah hidup Syifa adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. Dengan semangat yang tinggi dan kegigihan, ia telah membuktikan bahwa tunanetra juga bisa berkontribusi secara aktif dalam masyarakat.


Melalui profesinya sebagai guru, Syifa ingin menginspirasi banyak orang, terutama anak-anak tunanetra dan orang tua mereka. Ia ingin menunjukkan bahwa dengan dukungan dan kesempatan yang tepat, semua orang bisa mencapai kesuksesan.


"Pesan saya untuk semua orang adalah jangan pernah menyerah pada mimpi, teruslah belajar, berkembang, dan berkontribusi bagi sesama," pesan Syifa.


Segudang prestasi Syifa Urrachmah

1. Juara 1 Cerdas Cermat IPS 2006 tingkat Provinsi Aceh

2. Meraih penghargaan sebagai siswi berakhlakul karimah pada 2010

3. Juara 1 Festifal Lomba Seni Siswa Nasional Pendidikan Dasar cabang Menyanyi Solo di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2011.

4. Meraih peringkat ke-5 dalam Olimpiade Sains Nasional di Manado, Sulawesi Utara, pada 2011.

5. Mengikuti cerdas cermat pemahaman Undang-Undang Dasar 1945 di Mahkamah Konstitusi Jakarta, pada 2011.

6. Juara 2 Festival Lomba Seni Siswa Nasional Pendidikan Menengah cabang Menyanyi Solo di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 2012.

7. Meraih peringkat ke-10 dalam Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika di Jakarta, pada 2012.

8. Mengisi seminar motivasi sebagai narasumber dengan topik presentasi Konsep Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus, di Banda Aceh, pada 2014.

9. Meraih beasiswa berprestasi S1 dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh pada 2014.

10. Juara 1 Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala pada 2015.

11. Juara 2 Festival Bintang Radio Indonesia dan Asean di Lhokseumawe, pada 2017.

12. Meraih penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi pada 2017, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.

13. Meraih presentasi favorit Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM-M) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2017.

14. Juara 1 Jambore TIK Disabilitas Remaja dan
Dewasa cabang Microsoft Word Excel di Jakarta, pada 2017.

15. Juara 1 Kelompok Desain Power Point dalam Jambore TIK dengan disabilitas remaja dan dewasa di Jakarta, pada 2017.

16. Juara 1 Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) cabang Tilawah Tunanetra Putri tingkat Provinsi Aceh, di Aceh Timur, pada 2017.

17. Meraih peringkat ke-10 dalam Musabaqah Tilawatil Qur'an tingkat Nasional, cabang Tilawah Tunanetra Putri di Medan, Sumatera Utara, pada 2018.

18. Meraih penghargaan sebagai lulusan terbaik dengan predikat cumlaude pada wisuda periode Agustus-November, Universitas Syiah Kuala, pada 2018.

19. Meraih penghargaan sebagai Disabilitas Perempuan Berprestasi dari Indonesia, pada 2019.

20. Peserta pelatihan Wardah Inspiring Teacher 2021.

21. Peserta Aceh Art Peace Camp 2021 dan telah menghasilkan karya berupa lagu berjudul Harmoni Keberagaman.

22. Meraih penghargaan sebagai program terpilih tingkat Provinsi Aceh, bidang Pendidikan dari Satu Indonesia Award, pada 2022.