Suatu ketika ada seorang lelaki mengadukan kemiskinan yang melanda dirinya kepada Imam Ja’far bin Muhammad. Sebagai tokoh rujukan umat, sejurus kemudian Imam Ja’far pun menganjurkan lelaki itu untuk segera menikah.
Sebab menurutnya dengan menikah orang akan diberi kekayaan atau kecukupan living cost sebagaimana petunjuk Al-Quran:
“Jika orang-orang yang belum punya pasangan hidup dari kalian itu dalam kondisi fakir, maka dengan kalian nikahkan mereka akan Allah beri kecukupan.” (An-Nur: 32)
Lelaki itu pun sangat mantap dengan petunjuk tersebut, kemudian pulang dan segera menikah.
Namun beberapa waktu kemudian ia datang lagi menghadap Imam Ja’far untuk mengadukan kondisinya yang semakin miskin dan semakin memprihatinkan setelah menikah. Imam Ja’far pun dengan mantap memerintahkan lelaki itu untuk menceraikan istrinya.
Karenanya, diproteslah Imam Ja’far atas kejadian ini. Menyuruh orang miskin menikah katanya agar mendapat kecukupan hidup, tapi justru semakin miskin dan semakin memprihatinkan.
Tak kehilangan akal, Imam Ja’far merespons protes ini penuh keyakinan:
“Dulu aku menyuruhnya menikah agar kaya, karena kuduga lelaki itu termasuk orang yang cocok dengan ayat perintah menikah agar mendapat kecukupan hidup itu (An-Nur: 32). Namun karena ia semakin miskin dan memprihatinkan, mungkin saja cocoknya ia menggunakan ayat ini: “Jika suami istri itu sepakat untuk berpisah, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada masing-masing mereka dari anugerah-Nya.” (An-Nisa’: 130). (Ahmad Muntaha AM)
*) Sumber: Riwayat ini dikutip oleh Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân juz II halaman 408