Gus Nadir Dorong Strategi Budaya NU Jadi Gerakan Global
Selasa, 24 Agustus 2021 | 02:30 WIB
Rais Syuriyah PCINU Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) dalam halaqah internasional. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PCINU Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen, mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama dapat dikenal dunia melalui strategi budaya. Karena belum ada strategi ala Islam yang dapat menjadi gerakan di tingkat global, ia mendorong strategi budaya NU sebagai pilihannya.
Hal ini disampaikan Gus Nadir dalam halaqah internasional bertema Penguatan Gerakan Jami’iyah Menghadapi Tantangan Masyarakat Global. Acara yang disiarkan langsung secara virtual itu digelar pada Senin (24/8).
“Karena belum ada strategi yang dapat menjadi gerakan di tingkat global, maka harus ada gerakan lainnya yang NU bisa berperan lebih, yaitu melalui gerakan strategi budaya,” kata Gus Nadir.
Melalui budaya, lanjut Gus Nadir, dapat lebih langgeng dan diterima tanpa harus ada pertarungan. “Kalau sudah berbicara strategi politik kekuasaan, ekonomi, itu pasti akan banyak lawannya. Oleh karena itu, kita harus masuk lewat budaya,” ungkapnya.
Menurut Gus Nadir, dunia sekarang ini mulai berbalik kepada Nahdlatul Ulama sehingga membutuhkan peran serta keterlibatan NU secara global.
“Karena ada dua gerakan selain politik, yakni gerakan dengan strategi ekonomi yang sekarang muncul lewat adanya ekonomi syariah, bank Islam di mana-mana dan sertifikasi halal,” ungkapnya.
Namun, lanjut dia, gerakan ekonomi melalui bank Islam dan sertifikasi halal tidak bisa NU ikuti begitu saja. “Harus ada gerakan strategi yang lain yaitu budaya,” tandas Gus Nadir.
Mengakomodasi budaya lokal
Putra tokoh NU KH Ibrahim Hosen ini juga mengungkapkan permasalahan yang dihadapi bahwa NU sangat mengakomodasi budaya lokal, sehingga ketika masuk di era digital justru menjadi tantangan tersendiri.
“Bagaimana budaya lokal dapat dimedsoskan, itu yang terpenting. Contohnya di YouTube pengajian-pengajian yang terkenal bukan dari kiai NU, karena banyak masyarakat kesusahan mengikuti pengajian dari kiai NU yang berbahasa Jawa,” terangnya.
Gus Nadir menambahkan, permasalahan lain yaitu hasil dari bahtsul masail NU yang tidak dibaca oleh ulama-ulama di luar negeri seperti Al-Azhar Mesir, di Saudi Arabia dan lainnya.
“Sehingga tidak menjadi rujukan di sana, padahal isinya luar biasa. Ini menjadi tantangan kita untuk menggunakan strategi budaya, misalnya dengan membuat film,” tutur Gus Nadir.
Gus Nadir berkeyakinan bahwa jika bisa membuat film tentang hal ini, misalnya, maka NU dan budayanya akan dikenal dunia internasional.
“Untuk mentransformasikan pemahaman Islam moderat ala NU ke luar negeri kita tidak punya kaki, tidak punya senjata, dan tidak punya uang, maka kita harus melakukan strategi budaya,” tegasnya.
“Saya yakin dan percaya bahwa NU memiliki kapasitas dan kualitas kader-kader yang ahli dalam bidang strategi budaya,” pungkas Gus Nadir.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori