Internasional

Nusron Wahid: Jihad Terbesar adalah Melawan Nafsu Korupsi

Rabu, 6 Juli 2016 | 12:11 WIB

Nusron Wahid: Jihad Terbesar adalah Melawan Nafsu Korupsi

Foto Liputan6.com

Jakarta, NU Online
Bagi Ketua PBNU Nusron Wahid, hikmah puasa yang paling besar dan nyata bagi bangsa Indonesia, manakala setelah Ramadhan sudah tidak ada lagi korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenangan.

"Perintah spiritual dalam puasa adalah menahan hawa nafsu. Jihad paling akbar juga perang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang paling nyata di depan mata dan menjadi realitas publik adalah korupsi, manipulasi, kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ucap Ketua PBNU Nusron Wahid dalam khutbah Idul Fitri di Kantor KBRI Kuala Lumpur Malaysia, Rabu (6/7/2016) seperti dikutip dari laman liputan6.com.

Salat Idul Fitri di KBRI Kuala Lumpur dihadiri sekitar 3.000-an TKI dan WNI lainnya, selain dihadiri Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dan Dubes RI untuk Malaysia Herman Prayitno.

Nusron menyatakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan yang batil, menurut Imam Ghozali, merupakan manifestasi dan implementasi sifat bahimah (kehewanan), syabu'iyyah (kebuasaan), dan syaitoniyyah (kesetanan).

"Koruptor itu sifatnya dengan hewan, makan sebanyak-banyaknya untuk bersenang-senang, memangsa hak orang lain dan dilakukan penuh dengan rekayasa dan tipu daya yang sering dilakukan setan," kata Nusron.

Ketiga sifat yang menjerumuskan ini, menurut dia, hanya bisa dilawan dengan puasa Ramadhan yang menjadi manifestasi dari sifat malakkiyyah yang harus dioptimalkan dalam diri manusia.

"Kalau puasa Ramadhannya sukses, berarti mampu membunuh hawa nafsu, dan korupsi akan sirna digembleng melalui amaliah sholeh di bulan Ramadhan," ucap Nusron.

Namun, menurut dia, puasa Ramadhan masih penuh simbolik, masih sekadar ibadah formalistik, tanpa proses kontempelasi. Buka puasa, tarawih dan qiyamul lail marak di kantor-kantor pemerintahan dan rumah-rumah pejabat hampir tiap malam Ramadhan.

"Itu merupakan hal baik. Sayangnya korupsi dan penyalahgunaan juga masih marak dan lancar dilaksanakan. Seakan puasa dan ibadah Ramadhan adalah one thing, sementara korupsi adalah another thing. Ini yang harus diubah oleh bangsa Indonesia pasca-Ramadhan tahun ini," ujar dia.

Nusron mengajak agar Idul Fitri dijadikan momentum amnesti (pengampunan) atas dosa dan perilaku sosial manusia Indonesia, agar kembali fitri, suci, merdeka, tanpa dosa seperti ketika bangsa ini baru lahir dan merdeka.

"Amnesti Syawal ini tanpa tarif dan tebusan seperti tax amnesty. Tapi cukup dengan declare dan pengakuan, penyesalan untuk tidak mengulangi kesalahan ritual maupun sosial kita," tutup Nusron. Red Mukafi Niam


Terkait