Ho Chi Minh, NU Online
Usai beberapa minggu sebelumnya mendapati jejak Muslim Champa di Kamboja, pada pertengahan Desember saya berkesempatan menelurusi jejak Muslim Champa di kota Ho Chi Minh, Vietnam. Dahulu kota ini bernama Saigon, sebelum Vietnam Selatan bersatu dengan Vietnam Utara pada 1976.
Petang itu, Masjid Musulman atau Saigon Central Mosque menjadi masjid pertama yang saya singgahi. Berdiri di tengah perhotelan, bar, cafe, pusat perbelanjaan,bangunan yang berdiri pada 1935 ini banyak didatangi Muslim dari berbagai negara, termasuk dua warga Indonesia yang saya jumpai ketika mereka sedang santai-santai sambil menunggu waktu Shalat Isya tiba.
Saat itu selepas Shalat Isya, saya lalu menemui salah satu ustad sekaligus pengurus masjid yang bernama Muhammad Amin. Ia mengaku sebagai keturunan Vietnam-Jawa dari garis keturunan nenek moyangnya, pantas saja ia bisa bercakap-cakap dengan bahasa Melayu.
Perlu diketahui, Muslim keturunan Vietnam-Jawa disebut "Jawaku" (baca: Juwako). Jumlah mereka ada 300 keluarga yang bertempat tinggal di kawasan Chou Doc, Vietnam Selatan yang berbatasan dengan Kamboja.
Ustad Amin mengisahkan bahwa asal usul orang Champa berasal dari kawasan Phang Rang, provinsi Ninh Thuan. Letaknya dipesisir Timur Vietnam Tengah, 330 KM dari kota Ho Chi Minh. Populasi Muslim di sana saat ini mencapai 4000 jiwa dan hanya memiliki 4 masjid. Kota ini pernah menjadi pusat kerajaan Champa. Sedangkan kalau dilihat dari peta Vietnam kuno, kota Phang Rang dahulu bernama “Panduranga”.
Dahulu seorang Raja Champa yang beragama Islam berkuasa di kawasan Phang Rang. Sebagaimana sejarah Wali Songo yang beredar di Indonesia, Ustad Amin juga menyebutkan bahwa raja tersebut pernah memiliki putri yang dikawinkan dengan seorang saudagar di suatu wilayah di Indonesia.
Memeluk Islam
Mula-mula orang Champa beragama Hindu. Pada akhir abad 8 ada sekelompok rombongan dari Cina datang ke kawasan Champa untuk berdakwah Islam. Dikisahkan kelompok tersebut sudah masuk Islam pada masa Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash.
Pada masa abad 10 kerajaan masih beragama Hindu. Hanya saja sudah 50 persen masyarakatnya yang beragama Islam. Lalu memasuki permulaan abad 11 terjadi perang antara Kerajaan Champa, Khmer (kerajaan Kamboja), Kinh (kerajaan Vietnam Utara). Akibatnya kerajaan Champa mulai mengalami keruntuhan. Banyak dari mereka yang bermigrasi ke kawasan Vietnam Selatan, Hainan (Cina), Kamboja, Malaysia, Indonesia, Afrika Selatan, bahkan hingga Perancis.
Setelah perang, Muslim Champa terbagi dalam dua macam kelompok. Pertama, Muslim Sunni yang sudah migrasi dari kawasan tanah Phang Rang. Kedua, Muslim yang tidak pindah dari tanah Phang Rang, mereka disebut sebagai Islam Bani, sebab mereka masih keturunan Champa yang sudah Islam, namun ritual keagamaannya menyimpang dari ajaran Islam atau bisa dikatakan mengalami kesesatan.
Anehnya, kala itu Champa yang beragama Islam merupakan target utama dari pembantaian yang dilakukan orang-orang Kinh, sebutan dari orang-orang dari Kerajaan Vietnam. Di satu sisi, orang Champa yang beragama Hindu cenderung aman, di samping juga karena mereka dibantu oleh orang-orang India dan Cina, sedangkan kalangan Muslim tidak ada yang membantu dan menyelamatkan dari keganasan perang antarkerajaan itu.
Pada 1832 orang-orang Champa yang disebut Islam Bani tadi disebutkan sudah keluar dari Islam, sebab mereka bebas makan babi, minum arak, ritual ibadah seperti shalat dan puasanya pun sudah menyimpang dari ajaran Islam. Situasi dan kondisi diperburuk ketika Vietnam kedatangan kolonial Perancis hingga invasi militer dari Pemerintah Amerika Serikat. (M. Zidni Nafi’, santri asal Kudus, peserta Program Pemuda Magang Luar Negeri 2017 dari Kemenpora)