Ho Chi Minh, NU Online
Pada bagian tulisan pertama disebutkan bahwa peperangan antara Kerajaan Champa dan Kerajaan Vietnam, memaksa etnis muslim Champa untuk bermigrasi ke Kamboja, Malaysia, Cina, Malaysia, Indonesia, hingga Afrika Selatan. Akibatnya, saat itu banyak keturunan mereka yang masih tinggal di kota Phang Rang, kawasan pesisir di Vietnam Tengah, mulai kehilangan keyakinan dan ajaran agama Islam.
Pagi itu, untuk kedua kalinya saya menjumpai Ustadz Muhammad Amin di teras samping masjid yang masih menggunakan keramik kuno. Selain hendak saya wawancarai, ia juga sambil menunggu beberapa orang mualaf yang mau belajar tentang ajaran Islam.
Mubaligh sekaligus pengurus masjid Musulman atau Saigon Central Mosque Ustad Amin mengungkapkan bahwa pada tahun 1960, ada sebuah usaha sukarelawan berjumlah 6 orang yang terdiri dari dua saudagar orang India, seorang keturunan Champayang sudah bermigrasi ke Vietnam Selatan, dan seorang lagi mubalig keturunan Vietnam-Jawa. Mubaligh ini bernama Muhammad Haji Idris, tidak lain adalah pakcik (paman) dari Ustadz Amin.
Dalam misi tersebut, mereka berenam mengadakan dakwah kepada “Islam Bani” (sebutan orang keturunan Muslim Champa) tadi agar bisa kembali memeluk Islam dengan ajaran yang benar. Dakwah ini mulai membuahkan hasil pada tahun 1962, ada 300 keluarga atau sekitar 1000 orang yang masuk Islam yang berhaluan Sunni.
Lalu keturunan Champa ini juga dibangunkan sebuah masjid oleh dua saudagar tadi yang diberi nama Van Lang. Ini merupakan masjid pertama di tengah-tengah populasi Islam Bani di kawasan Phang Rang.
Memasuki tahun 1990, dakwah dilanjutkan oleh kakak kandung dari Ustadz Amin, dan berhasil mengislamkan kembali Islam Bani hingga 4000 orang. Kemudian pada tahun 2000, Ustadz Amin bersama rekannya dari Jepang, Malaysia, dan Perancis meneruskan perjuangan dakwahtersebut. Ia menceritakan bahwa setiap bulan Ramadhan, ia mendatangi kawasan Phang Rang untuk dakwah.
Adapun cara dakwah yang digunakan oleh Ustadz Amin adalah melalui metode masuk dari rumah ke rumah di perkampungan yang ada di Phang Rang, bahkan ia berani dakwah hingga ke tempat-tempat yang dipakai untuk bermaksiat.
Ustadz Amin bersyukur sebab sampai pada tahun 2010 ada sekitar 300 keluarga lagi yang kembali memeluk agama Islam. Keberhasilan ini ditunjang dengan metode dan pendekatan yang dipilih oleh Ustad Amin, yakni memberikan materi yang mendasar tentang Islam. Lalu ia menggunakan pendekatan tanpa harus menyalahkan terlebih dahulu tentang keyakinan dipegang sebelum memeluk Islam.
"Saya tak cakap, you are wrong, make a friend and relationship," ujar Ustadz Amin yang berupaya mengevaluasi pendekatan dan metode dakwah yang digunakan oleh Pakcik dan kakaknya yang dahulu pernah menyalahkan keyakinan Islam Bani, akibatnya beberapa dari mereka ada yang tidak terima atau sakit hati.
Dalam berdakwah, ia juga dibantu oleh pebisnis asal Afrika Selatan. Pebisnis itu memberikan hadiah kepada beberapa Muslim di Phang Rang yang sudah menjadi tokoh untuk diajak menunaikan ibadah haji dan umroh. Selain itu, hingga Sekarang Ustadz Amin sudah mempunyai beberapa murid yang ditugaskan untuk berdakwah di Phang Rang, bahkan setiap hari ada orang yang masuk Islam.
Sekarang populasi Islam Bani di kawasan Phang Rang mencapai 30.000 orang. Sedangkan di Kamboja ada 2000 orang yang kebanyakan bertempat tinggal di kawasan Kampong Cham, sekitar 100 kilometer dari ibu kota Phnom Penh.
Selanjutnya, setelah merdeka di bawah pemerintahan Komunis, kegiatan umat Islam pernah dibatasi, namun dalam beberapa tahun terakhir umat Islam bebas berdakwah. Adapun Islam di kota Ho Chi Minh juga berasal dari Kerajaan Champa yang hijrah ke kawasan Chou Doc lalu pindah ke Ho Chi Minh. Populasi muslim di Ho Chi Minh mencapai 7000 orang. Di kota ini mereka bisa menggunakan 7 masjid dan 8 surau yang tersebar dipenjuru kota yang dekat dengan Sungai Sai Gon itu.
Mayoritas Muslim Vietnam beraliran Sunni, khususnya mengikuti Mazhab Imam Syafi'i. Tidak heran apabila hingga saat ini mereka masih merawat tradisi-tradisi seperti peringatan Maulid Nabi, Nishfu Sya'ban, mendoakan arwah-arwah, dan lain-lain. (M. Zidni Nafi’, santri asal Kudus, peserta Program Pemuda Magang Luar Negeri 2017 dari Kemenpora)