Kenduruan, Tradisi Warga Tajungsari Pati Sambut Musim Tanam
Sabtu, 15 November 2025 | 06:30 WIB
Ratusan warga berkumpul di Punden atau petilasan Nyai Ageng Kenduruan yang berada di Desa Tajungsari, Kecamatan Tlogowungu, pada Kamis (13/11/2025). (Foto: dok NU Online Jateng)
Pati, NU Online
Ratusan warga Desa Ngurenrejo, Kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati, Jawa Tengah berkumpul di punden atau petilasan Nyai Ageng Kenduruan yang berada di Desa Tajungsari, Kecamatan Tlogowungu, pada Kamis (13/11/2025).
Warga datang membawa ambengan berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya. Makanan tersebut kemudian dimakan bersama setelah prosesi doa dan hajatan berlangsung.
Diketahui, warga Ngurenrejo tengah menggelar tradisi Kenduruan, sebuah ritual adat untuk menyambut datangnya musim tanam.
Sekretaris Desa Ngurenrejo, Sutrisno, menjelaskan bahwa Kenduruan merupakan tradisi turun-temurun yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga setempat.
“Tradisi tapak tilas Kenduruan merupakan kegiatan rutin kami warga Desa Ngurenrejo, Kecamatan Wedarijaksa, Pati. Tradisi ini kita lestarikan karena merupakan kegiatan yang dilakukan oleh leluhur kita yaitu Ki Ageng Singopadu selaku penggede Ngurenrejo,” kata Sutrisno diberitakan NU Online Jateng.
Ia mengisahkan bahwa pada masa dahulu, menjelang musim tanam Ki Ageng Singopadu melakukan perjalanan ke wilayah kakaknya, Nyai Ageng Kenduruan, untuk meminta izin menggunakan air sungai di wilayah tersebut sebagai irigasi pertanian di Ngurenrejo.
“Ki Ageng Singopadu silaturahim dan meminta doa restu agar masyarakat Ngurenrejo ketika bertani mendapatkan keberkahan, tidak kesulitan soal air karena diketahui di Kenduruan ini ada sumber mata airnya, sedangkan di Ngurenrejo adalah dataran rendah. Sehingga, kebutuhan air untuk musim tanam itu Mbah Singopadu sowan minta doa Nyi Ageng Kenduruan agar ada air yang turun sampai Ngurenrejo,” tutur Sutrisno.
Karena itu, warga Ngurenrejo hingga kini tetap melestarikan tradisi yang diwariskan leluhur tersebut.
“Hingga sekarang kegiatan itu dilestarikan setahun sekali yang dikenal dengan tradisi desa bernama napak tilas Kenduruan Ki Ageng Singopadu,” terangnya.
Sutrisno menjelaskan, tradisi Kenduruan rutin dilaksanakan setiap bulan November.
“Menurut perhitungan, musim labuhan (jelang musim tanam) itu antara Oktober atau November. Sehingga oleh desa ditetapkan bulannya menggunakan masehi, kemudian hari dan tanggalnya menggunakan pedoman hari Jawa, yaitu Kamis Wage malam Jumat Kliwon di bulan November,” jelasnya.
Ia menambahkan, tradisi ini telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
“Ini jelas sudah ratusan tahun, karena Mbah Singopadu hidup zaman Kadipaten Carangsoka. Beliau patih merangkap jaksa Carangsoka,” tandasnya.
Selain Punden Nyai Ageng Kenduruan, salah satu lokasi yang juga menjadi tujuan tapak tilas adalah Tambak Tiris. Namun, perjalanan ke tempat tersebut hanya dilakukan oleh kepala desa beserta perangkat.
Konon, dahulu aliran sungai di kawasan itu terhambat oleh batu besar. Ki Ageng Singopadu kemudian memecah batu tersebut hingga terbelah menjadi dua bagian seperti teriris, sehingga air dapat mengalir di tengah celah tersebut. Lokasi itu kemudian dikenal sebagai Tambak Tiris, yang berjarak sekitar satu kilometer dari Punden Nyai Ageng Kenduruan.