Nasional

Kain Tenun, Tradisi Sasak, dan Toleransi yang Terus Hidup di Lombok

NU Online  ·  Ahad, 9 November 2025 | 21:00 WIB

Kain Tenun, Tradisi Sasak, dan Toleransi yang Terus Hidup di Lombok

para inaq (ibu) sedang duduk dan menenun di pendopo Desa Sukarara terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, salah satu pusat kerajinan tenun tradisional di NTB, Ahad (9/11/2025). (Foto: NU Online/Suci)

Mataram, NU Online

Welcome to Lombok, begitu sambutan ketika mendarat di Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid. Wilayah berjuluk Pulau Seribu Masjid itu menawarkan keindahan alamnya yang memukau, terutama pantai eksotisnya, Gunung Rinjani yang megah dan budaya Sasak.


Sekitar 30 menit perjalanan dari Bandara Internasional Lombok, ada Desa Sukarara terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, salah satu pusat kerajinan tenun tradisional di NTB.


Sesampainya di lokasi terlihat para inaq (ibu) duduk dan menenun di pendopo desa. Di Lombok, keterampilan menenun masih dilestarikan secara turun-temurun.


"Memang setiap perempuan Sasak wajib memiliki keterampilan menenun sebagai syarat menuju kedewasaan dan prasyarat untuk menikah," kata pemandu wisata, Akbar kepada NU Online, Ahad (9/11/2025).


Di sana juga akan banyak menemui budaya suku Sasak, antara lain rumah adat atau pakaian adat, kain tenun ini dikenal sebagai benda yang sarat makna spiritual.


Bagi suku Sasak, kata Akbar, kain tenun amat berhubungan dengan budaya. Di beberapa desa yang masih mempertahankan adat, para perempuan lazim mengenakan kain tenun sebagai pakaian sehari-hari.


"Selain itu, beberapa upacara adat dan keagamaan pun menggunakan kain adat sebagai sarananya. Karena menjadi bagian dari adat itu sendiri, keahlian menenun diwariskan dari generasi ke generasi suku Sasak sejak dini," jelasnya.


Lombok juga dikenal dengan toleransi umat beragama yang tercermin dalam banyak hal, sebagaimana diungkap Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, I Nengah Duija ditemui usai kegiatan Transformasi Layanan Menuju Hindu yang Unggul di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).


"Konsep toleransi di Lombok bisa melihat visualisasinya di Pulau Lingsar. Pulau Lingsar ada dua komunitas yang sama-sama melakukan pemujaan Hindu dan Muslim," kata Duija.


Duija mengatakan bahwa hal itu menandakan bahwa secara teologi sudah terbangun dan sudah ada satu kesatuan cara pandang tentang Tuhan, sehingga toleransi akan terbangun secara praktis.


Menurutnya, jika hanya narasi yang dibangun tetapi tidak membangun secara ideologi dan konsepsi teologi yang kuat, maka akan rentan terhadap perbedaan yang selama ini pencitraan lebih kepada perbedaan tidak mendukung pada persamaan.


"Saya kira Mataram ini karena sudah punya konsepsi teologi yang kuat melalui Pulau Lingsar itu. Toleransi hanya meneguhkan kita bahwa apa yang disepakati di masa lalu harus dilaksanakan secara masif ke depan," ungkapnya.

Pengunjung memakai pakaian adat dan berswafoto di rumah adat 
di pendopo desa.

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kebijakan Publik, Media, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Ismail Cawidu menyebutkan bahwa angka toleransi semakin membaik dengan 64,7 persen.


"Mudah-mudahan bisa kita tingkatkan terus menjadi 70 persen," jelas Ismail.


Ia juga menekankan perlunya kolaborasi bersama, termasuk dengan media, untuk mewujudkan kehidupan harmoni di Indonesia.


"Kementerian Agama pada seluruh lini mulai dari kecamatan, provinsi, sudah melancarkan berbagai macam program khususnya yang mendorong para tokoh agama untuk mengedepankan dakwah yang menyejukkan," katanya.


"Misalnya Kemenag menekankan dakwah yang mengutamakan hidup yang lebih harmoni. Supaya isi dakwah yang mendorong kebersamaan," jelasnya.


Menurutnya, fungsi edukasi media sangat penting terutama dalam konteks penguatan literasi toleransi. Ia berharap insan pers mampu menjadi jembatan pemahaman antarkelompok masyarakat yang berbeda pandangan.


"Untuk konteks toleransi, kami mengharapkan teman-teman media bisa memberikan kontribusi besar. Dari media lah pemahaman dan pendalaman terhadap isu intoleransi bisa dilakukan," tambahnya.


Rektor Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Gde Pudja Mataram adalah Prof I Wayan Wirata mengatakan bahwa dunia akademisi selalu memupuk nilai toleransi dan selalu menempatkan saudara lintas agama dalam kedudukan yang sama.


"Kami selalu mengadakan visiting tokoh sentral, tokoh agama kita melakukan dan mengundang etnis, berbagai suku, mahasiswa dan dosen di kampus dari lintas agama," jelasnya.

Pura Lingsar Lombok yang terletak di Jalan Gora Nomor 02, Desa Lingsar, Narmada, Lombok Barat. Objek wisata serta tempat ibadah ini berada sekitar 8 kilometer dari Kota Mataram.

Peringatan Hari Toleransi Internasional

Hari Toleransi Internasional diperingati setiap 16 November. Peringatan ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1996 untuk mendorong rasa hormat dan pemahaman terhadap keberagaman budaya dan keyakinan di seluruh dunia. 


Intoleransi di Indonesia dinilai masih tinggi, terutama akibat polarisasi agama dan ideologi yang kian menguat di ruang publik.


Isu agama yang sering dijadikan alat politik, penye­bar­an ujaran kebencian di media sosial, serta rendahnya pemahaman terhadap moderasi beragama menjadi tan­tangan serius bagi upaya memperkuat toleransi nasio­nal.


Sepanjang 2024, Setara Institute mencatat adanya 260 peristiwa dan 402 tindakan kekerasan beragama/keyakinan (KBB). Jumlah ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023. Sementara 159 tindakan di antaranya dilakukan oleh aktor negara, sedangkan 243 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang