Bedah Buku Teladan dari Rumah Ulama di Tebuireng Soroti Keteladanan KH Wahid Hasyim dan Nyai Solichah
Ahad, 23 November 2025 | 18:00 WIB
KH Umar Wahid, Penulis buku 'Teladan dari Rumah Ulama' saat membedah isi buku yang ditulisnya di Gedung A Yusuf Hasyim, Pondok Pesantren Tebuireng, pada Sabtu (22/11/2025). (Foto: NU Online Jombang/Miftakhul Jannah)
Jombang, NU Online
Giat literasi di lingkungan pesantren kembali terlihat dalam Bedah Buku Teladan dari Rumah Ulama karya dr H Umar Wahid. Acara yang digelar di Gedung A Yusuf Hasyim, Pondok Pesantren Tebuireng, pada Sabtu (22/11/2025), ini menyoroti keteladanan KH Wahid Hasyim dan Nyai Hj Solichah, dalam membangun pendidikan karakter keluarga.
Buku tersebut mengisahkan nilai-nilai dasar yang diwariskan KH Wahid Hasyim, sekaligus perjuangan Nyai Solichah dalam mendidik putra-putrinya. Keduanya menjadi contoh betapa pendidikan karakter di rumah dapat menjadi fondasi penting bagi tumbuhnya generasi unggul.
Gus Umar Wahid, penulis buku sekaligus putra ke-4 pasangan KH Wahid Hasyim dan Nyai Solichah, menuturkan bahwa keteladanan kedua orang tuanya tampak nyata dalam sikap dan keseharian. Nilai-nilai yang diwariskan KH Wahid Hasyim, sebagai penerus ajaran KH Hasyim Asy’ari, diterapkan secara konsisten dalam pola pengasuhan anak.
Dalam pemaparannya, Gus Umar menjelaskan peran penting KH Wahid Hasyim dalam sejarah Indonesia. Pada usia 31 tahun, KH Wahid Hasyim terlibat sebagai panitia perumusan dasar negara. KH Wahid Hasyim kemudian menjadi Menteri Agama termuda pada usia 32 tahun, dan menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU dalam usia 37 tahun.
"Meskipun wafat di usia 39 tahun, dan kami tidak menghabiskan banyak waktu bersama beliau, namun keteladanannya masih terus ada," ujarnya, sebagaimana dikutip NU Online Jombang.
Selain itu, Gus Umar menekankan peran penting Nyai Solichah yang tetap tegar mengasuh anak-anaknya setelah wafatnya sang suami. Didikan Nyai Solichah yang tegas disebut menjadi penguat bagi putra-putrinya dalam menapaki masa depan.
"Beliau mendidik kami dengan keras tapi lembut, keras dalam artian tegas, dan beliau juga menanamkan pada anak-anaknya apabila melakukan sesuatu harus disertai niat yang sungguh-sungguh," ujar Gus Umar.
Saat ditinggal wafat suaminya, Nyai Solichah masih berusia 31 tahun dengan lima anak kecil dan satu anak dalam kandungan. Dengan kegigihannya, Nyai Solichah berhasil merawat dan mendidik mereka hingga tumbuh menjadi pribadi yang ahli di bidangnya masing-masing.
"Bu Nyai Solichah itu leadership-nya kuat dan pribadinya lembut, Bu Nyai juga berpesan kepada anak-anaknya bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus membawa manfaat kepada masyarakat," tambahnya.
Baca selengkapnya di sini.