Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Dalam peristiwa bencana banjir bandang di Sumatra baru-baru ini, kebutuhan relawan tenaga kesehatan sangat besar. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya menumbuhkan motivasi semangat relawan pada tenaga kesehatan untuk berkontribusi di lokasi bencana yang membutuhkan sekaligus menyadarkan pemerintah untuk memperhatikan keberadaan mereka.
Apa saja manfaat yang diperoleh oleh relawan tenaga kesehatan saat bencana? Bagaimana penelitian ilmiah membuktikan kebenaran ajaran Islam tentang keutamaan menolong orang sakit dengan ikhlas? Bagaimana pula tinjauan Islam dalam membahas pentingnya merawat orang sakit disertai dengan kompetensi yang baik?
Dokter, apoteker, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya merupakan profesi-profesi yang bersifat altruisme yaitu mengutamakan pertolongan kepada orang lain. Sifat altruisme sejalan dengan konsep ikhlas dalam Islam dan relevan dengan penanganan korban-korban bencana alam. Bila semangat menolong itu diterapkan kepada kaum muslimin yang sedang kesulitan, maka kaum muslimin yang ditolong itu memiliki kelebihan khusus sehingga manfaat pertolongannya bisa mengalir kembali kepada orang yang menolong.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah menyatakan bahwa orang Islam yang menjadi korban bencana adalah kaum istimewa yang diberi ampunan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه
Artinya: “Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Apabila orang Islam yang mengalami musibah seperti bencana alam dan kesulitan diberi pertolongan oleh para relawan, maka mereka akan mendoakan orang-orang yang menolongnya. Tenaga kesehatan yang menjadi relawan saat bencana dan mendapatkan doa-doa dari para korban tentunya akan berbalik mendapatkan manfaat yang luar biasa.
Penelitian menunjukkan bahwa motivasi altruistik dari tenaga relawan memberikan manfaat kesehatan untuk pelakunya. Uniknya, relawan yang punya semangat altruistik itu mengalami penurunan angka kematian, apalagi bila motivasi itu dikaitkan dengan penerapan ajaran agama (Nichol dkk, 2023, Exploring the Effects of Volunteering on the Social, Mental, and Physical Health and Well-being of Volunteers: An Umbrella Review, Voluntas: halaman 1).
Penelitian tersebut juga menunjukkan fakta bahwa relawan yang giat beribadah mendapatkan kesehatan fisik yang baik. Terbukti ada hubungan positif yang kuat antara semangat beragama dengan aktivitas sukarelawan dan perolehan kesehatan fisik yang optimal. Apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, tenaga kesehatan yang berada di lokasi bencana tetap perlu menggiatkan kegiatan ibadah seperti shalat dan berzikir secara pribadi maupun dengan berjamaah agar kesehatan mereka terjaga dengan baik saat bertugas.
Selain untuk kesehatan fisik, aktivitas ibadah juga menghindarkana para relawan dari mengalami stres karena sifat ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini penting karena pemandangan maupun tugas di lokasi bencana rentan menimbulkan burnout dan trauma mental. Tenaga kesehatan seringkali juga mengevakuasi korban-korban bencana yang situasinya dapat menggetarkan jiwa.
Di sisi lain, tenaga kesehatan yang berangkat ke daerah bencana untuk menjadi relawan perlu memiliki kompetensi yang mumpuni. Keterampilan itu diperlukan agar mereka tetap bisa menjaga semangat altruisme diiringi dengan ketangguhan mental. Kedua hal tersebut, yaitu altruisme dan ketangguhan mental penting agar mereka bisa membantu orang lain di daerah bencana. (Rahmat dkk, 2021, Urgensi Altruisme dan Hardiness pada Relawan Penanggulangan Bencana Alam: Sebuah Studi Kepustakaan, Acta Islamica Counsenesia: Counselling Research and Application, Vol.1, No.1: halaman 45-58).
Sebagai tenaga kesehatan tentu kompetensi khusus dalam mengobati dan merawat orang sakit saat bencana erat kaitannya dengan keberhasilan upaya bantuan. Kompetensi itu diperoleh dengan pendidikan sebelumnya agar seorang tenaga kesehatan memperoleh ilmu dan pengalaman yang cukup sebagai bekal memberikan pelayanan dan praktik dalam upaya pengobatan.
Pada masa dahulu, profesi kedokteran menjadi satu dengan farmasi dan disebut sebagai tabib. Tentu ilmu ketabiban pada masa lampau lebih kompleks karena merupakan ilmu yang komprehensif untuk mengobati penyakit. Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, disampaikan bahwa:
إِنَّ اللَهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءٌ، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Ini diketahui oleh sebagian orang dan tidak diketahui oleh yang lain." (HR. Ahmad)
Di dalam kitab At-Thibbun Nabawi, hadits tersebut dijelaskan sebagai berikut:
“Allah tidak pernah menciptakan penyakit apapun tanpa menyertakan obat untuknya.”
Maknanya dijelaskan oleh Al-Hafidz Adz-Dzahabi dengan pernyataan:
“Barangsiapa mengetahui hal ini, maka dia mengetahuinya,” merujuk pada para dokter (tabib).
Dan ketika merinci keterangannya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan:
“...dan barangsiapa tidak mengetahui hal ini, maka dia pun tidak mengetahuinya...” Beliau merujuk pada manusia selebihnya (yang awam).” Wallahu a’lam bis shawab. (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, At-Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 230-231)
Masih di dalam kitab At-Thibbun Nabawi, Al-Hafiz Adz-Dzahabi juga menyebutkan hadits yang relevan dengan anjuran untuk menjadi tenaga kesehatan yang kompeten. Diriwayatkan oleh ‘Amru ibn Sya’ib, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari kakeknya kepada bapaknya bahwa Nabi bersabda:
مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يَكُنْ قَبْلَ ذَلِكَ بِالطِّبِّ مَعْرُوفًا فَأَصَابَ نَفْسًا فَمَا دُونَهَا فَهُوَ ضَامِنٌ
Artinya: “Barangsiapa memberikan pengobatan medis, tetapi tidak dikenal sebagai dokter dan akhirnya menyebabkan kematian atau sejenisnya, maka dia akan dianggap bertanggungjawab atas hal ini.”(HR Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibn Majah)
Dari sumber yang sama, ada juga hadits yang intinya sama:
مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ قَبْلَ ذَلِكَ فَهُوَ ضَامِنٌ
Artinya: “Barangsiapa memberikan perawatan medis tanpa mempelajari kedokteran sebelumnya, maka dia pasti dianggap bertanggungjawab atasnya.” (HR Al-Hakim)
Zaid bin Aslam rahimahullah berkata:
أَنَّ رَجُلًا فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابَهُ جُرْحٌ فَاحْتَقَنَ الْجُرْحُ الدَّمَ وَأَنَّ الرَّجُلَ دَعَا رَجُلَيْنِ مِنْ بَنِي أَنْمَارٍ فَنَظَرَا إِلَيْهِ فَزَعَمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُمَا أَيُّكُمَا أَطَبُّ فَقَالَا أَوَ فِي الطِّبِّ خَيْرٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَزَعَمَ زَيْدٌ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَنْزَلَ الدَّوَاءَ الَّذِي أَنْزَلَ الْأَدْوَاءَ
Artinya: “Bahwa seseorang di jaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkena luka. Kemudian luka tersebut mengeluarkan darah. Orang tersebut memanggil 2 orang dari Bani Anmar, kemudian keduanya memeriksa orang tersebut. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada keduanya: “Siapakah yang paling mengerti ilmu kedokteran di antara kalian berdua?” Keduanya bertanya:“Memangnya di dalam ilmu kedokteran terdapat kebaikan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:“Dzat yang menurunkan penyakit telah menurunkan obatnya.” (HR. Imam Malik).
Di wilayah bencana, kebutuhan tenaga kesehatan yang banyak seringkali belum terpenuhi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan yang sudah terjun ke lokasi bencana perlu menjaga keseimbangan antara upaya pertolongan yang diberikannya dengan menjaga kesehatan dirinya. Hal ini penting agar kompetensinya tetap terjaga ketika memberikan bantuan kepada para korban. Di sinilah pentingnya peran pemerintah untuk memperhatikan kebutuhan dan memberikan penghargaan terhadap para relawan tenaga kesehatan itu secara layak. Wallahu a’lam bis shawab.
Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi